Senin, 30 Januari 2017

Hati-hati GHIBAH!


Gambar ilustrasi Property of alkarim.com


Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarokatuh.

Melihat perkembangan akhir-akhir ini dimana di media sosial telah terjadi pembusukan karakter (character assassination), berita palsu (hoax) terhadap pemimpin, ulama, dan lain sebagainya. Ada yang kirim dan memproduksi dengan sengaja tentang AIB dan PORNOGRAFI tentang seseorang maka perlu kiranya sebagai sesama muslim kita saling ingat-mengingatkan wabilkhusus buat para murid salikin. 
Kita harus hati-hati manakala menerima berita dan atau gambar yang apabila kita melihatnya maka kita berdosa, apalagi lalu kita menyebarkannya kepada orang lain dengan sengaja maka kita sudah masuk kedalam DOSA dan GHIBAH karena menyuruh orang berbuat dosa karena melihatnya, na'udzubillahil mindzalik.
Jadilah seorang muslim yang istiqomah dalam ber-akhlaqul karimah dan ber-amar ma'ruf nahi munkar.

Pagi ini (30/1/2017) buya buka dua buah kitab Al Adzkar dan kitab Riyadlus Shalihin dari Imam Abu Zakaria, Yahya bin Syaraf An-Nawawi, dan kitab yang ketiga adalah kitab  Muntakhab Ahadits dari Maulana Muhammad Yusuf Al Kandhalawi yang ditulis oleh guru buya Maulana Muhammad Sa'ad Al Kandhalawi di India, cucu dari Maulana Yusuf Al Kandhalawi di Asia Selatan.

Dari ketiga kitab diatas buya buat ikhtisar sebagai berikut:

HUKUM MENDENGARKAN GHIBAH
Syaikh Imam Nawawi berkata di dalam Al-Adzkar: ”Ketahuilah bahwasanya ghibah itu sebagaimana diharamkan bagi orang yang meng-ghibahi, diharamkan juga bagi orang yang mendengarkannya dan menyetujuinya. Maka wajib bagi siapa saja yang mendengar seseorang mulai meng-ghibahi (saudaranya yang lain) untuk melarang orang itu, kalau dia tidak takut kepada mudhorot yang jelas. Dan jika dia takut kepada orang itu, maka wajib baginya untuk mengingkari dengan hatinya dan meninggalkan majelis tempat ghibah tersebut jika hal itu memungkinkan. 


Jika dia mampu untuk mengingkari dengan lisannya atau dengan memotong pembicaraan ghibah tadi dengan pembicaraan yang lain, maka wajib baginya untuk melakukannya. 

Jika dia tidak melakukannya berarti dia telah bermaksiat.

Jika dia berkata dengan lisannya: "Diamlah", namun hatinya ingin pembicaraan ghibah tersebut dilanjutkan, maka hal itu adalah kemunafikan yang tidak bisa membebaskan dia dari dosa. Dia harus membenci ghibah tersebut dengan hatinya (agar bisa bebas dari dosa).

Jika dia terpaksa di majelis yang ada ghibahnya dan dia tidak mampu untuk mengingkari ghibah itu, atau dia telah mengingkari namun tidak diterima, serta tidak memungkinkan baginya untuk meninggalkan majelis tersebut, maka haram baginya untuk istima’(mendengarkan) dan isgho’ (mendengarkan dengan seksama) pembicaraan ghibah itu. 

Yang dia lakukan adalah hendaklah dia berdzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan lisannya dan hatinya, atau dengan hatinya, atau dia memikirkan perkara yang lain, agar dia bisa melepaskan diri dari mendengarkan ghibah itu. Setelah itu maka tidak dosa baginya mendengar ghibah (yaitu sekedar mendengar namun tidak memperhatikan dan tidak faham dengan apa yang didengar), tanpa mendengarkan dengan baik ghibah itu, jika memang keadaannya seperti ini (karena terpaksa tidak bisa meninggalkan majelis ghibah itu). Namun jika (beberapa waktu) kemudian memungkinkan dia untuk meninggalkan majelis dan mereka masih terus melanjutkan ghibah, maka wajib baginya untuk meninggalkan majelis” [1]20) . 


Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

وَإذَا رَأَيْتَ الَّذِيْنَ يَخُوْضُوْنَ فِيْ آيَاتِنَا فَأَعْرِضْ عَنْهُمْ حَتَّى يَخُوْضُوْا فِيْ حَدِيْثٍ غَيْرِهِ, وَ إِمَّ يُنْسِيَنَّكُمُ الشَّيْطَانُ فَلاَ تَقْعُدْ بَعْدَ الذِكْرِ مَعَ الْقَوْمِ الظَّالِمِيْنَ

“Dan apabila kalian melihat orang-orang yang mengejek ayat Kami, maka berpalinglah dari mereka hingga mereka mebicarakan pembicaraan yang lainnya. Dan apabila kalian dilupakan oleh Syaithon, maka janganlah kalian duduk bersama kaum yang dzolim setelah kalian ingat”. [Al-An’am : 68]


Benarlah perkataan seorang penyair…

وَسَمْعَكَ صُنْ عَنْ سَمَاعِ الْقَبِيْحِ كَصَوْنِ اللِّسَانِ عَنِ النُّطْقِ بِهْ
فَإِنَّكَ عِنْدَ سَمَاعِ الْقَبِيْحِ شَرِيْكٌ لِقَائِلِهِ فَانْتَبِهْ

Dan pendengaranmu, jagalah ia dari mendengarkan kejelekan,
Sebagaimana engkau menjaga lisanmu dari mengucapkan kejelekan itu.
Sesungguhnya ketika engkau mendengarkan kejelekan,
Engkau telah sama dengan orang yang mengucapkannya, maka waspadalah.

Dan meninggalkan majelis ghibah merupakan sifat-sifat orang yang beriman, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

وَإِذَا سَمِعُوْا اللَّغْوَ أَعْرَضُوْا عَنْهُ

“Dan apabila mereka mendengar lagwu (kata-kata yang tidak bermanfaat) mereka berpaling darinya”. [Al-Qashash : 55]

وَالَّذِيْنَ هُمْ عَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضِيْنَ

“Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna”. [Al-Mu’minun :3]

Bahkan sangat dianjurkan bagi seseorang yang mendengar saudaranya dighibahi bukan hanya sekedar mencegah ghibah tersebut, tetapi untuk membela kehormatan saudaranya tersebut, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

عَنْ أَبِيْ الدَّرْدَاءِ عَنِ النَّبِيِّ قَالَ : مَنْ رَدَّ عَنْ عِرْضِ أَخِيْهِ, رَدَّ اللهُ وَجْهَهُ النَّارَ

“Dari Abu Darda’ Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Siapa yang mempertahankan kehormatan saudaranya yang akan dicemarkan orang, maka Allah akan menolak api neraka dari mukanya pada hari kiamat” [2]


Demikian juga pengamalan para salaf ketika ada saudaranya yang dighibahi, mereka akan membelanya, sebagaimana dalam hadits-hadits berikut:

عَنْ عِتْبَانَ بْنِ مَالِكٍ قَالَ : قَامَ النَّبِيُّ يُصَلِّي فَقَالَ : أَيْنَ مَلِكُ بْنُ الدُّخْشُنِ؟ فَقَالَ رَجُلٌ : ذَلِكَ مُنَافِقٌ, لاَ يُحِبُّ اللهَ وَ رَسُوْلَهُ, فَقَالَ النَّبِيُّ : لاَ تَقُلْ ذَلِكَ, أَلاَ تَرَاهُ قَدْ قَالَ لاَ إِلِهَ إِلاَّ اللهُ يُرِيْدُ بِذَلِكَ وَجْهَ اللهِ وَإِنَّ اللهَ قَدْ حَرَّمَ عَلَى النَّارِ مَنْ قَالَ لاَ إِلِهَ إِلاَّ اللهُ يَبْتَغِيْ بِذَلِكَ وَجْهَ اللهِ 

“Dari ‘Itban bin Malik Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menegakkan shalat, lalu (setelah selesai shalat) beliau berkata: “Di manakah Malik bin Addukhsyum?”, lalu ada seorang laki-laki menjawab: ”Ia munafik, tidak cinta kepada Allah dan Rasul-Nya”, Maka Nabi s.a.w. berkata: “Janganlah engkau berkata demikian, tidakkah engkau lihat bahwa ia telah mengucapkan la ila ha illallah dengan ikhlas karena Allah?, dan Allah telah mengharamkan api neraka atas orang yang mengucapkan la ilaha illallah dengan ikhlas karena Allah”. [رواه بوخاري و مسلم]


Dari kitab Riyadlus Shalihin dari Abu Hurayrah r.a., bahwasanya Rasulullah s.a.w. bertanya: "Tahukah kamu sekalian, apakah menggunjing itu?".  Para sahabat berkata: "Allah dan RasulNya lebih mengetahui". Beliau bersabda: "Yaitu bila kamu menceritakan keadaan saudaramu yang ia tidak menyenanginya". Ada seorang sahabat bertanya: "Bagaimana seandainya saya menceritakan apa yang sebenarnya terjadi pada saudara saya itu?". Beliau menjawab: "Apabila kamu menceritakan apa yang sebenarnya terjadi pada saudaramu itu maka berarti kamu telah menggunjing nya, dan apabila kamu menceritakan apa yang sebenarnya tidak terjadi pada saudaramu maka kamu benar-benar membohongkannya". (رواه مسلم)


Dari Muntakhab Ahadits, dari Anas ibn Malik r.a., sesungguhnya Rasulullah s.a.w. bersabda, "Barangsiapa yang menjaga lidahnya (dari membicarakan aib orang lain), maka Allah akan menutupi aibnya (kesalahannya); barangsiapa yang menahan marahnya, maka Allah akan menahan azab-Nya terhadap dirinya pada hari kiamat; dan barangsiapa yang meminta maaf kepada Allah 'Azza wa Jalla, maka Allah menerima permintaan maafnya." (رواه البيهقي )


Insya Allah kita semua terpelihara dari segala dosa dan dibukakannya aib kita oleh Allah 'Azza wa Jalla. Kita ini dipandang baik oleh orang lain karena sesungguhnya Allah menutup aib kita.

Seandainya aib kita dibuka oleh Allah 'Azza wa Jalla niscaya seekor lalatpun enggan hinggap dikepala kita.

سيجلب الله وبحامده سبحانك اللهم وبحمدك اشحد ان لاإله الاانت أستغفرك وأتوب إليك 

(Maha Suci Engkau ya Allah, segala puji bagi Engkau, saya bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Engkau, saya mohon ampun dan bertaubat kepada-Mu)


Baiti Jannati, 2 Jumadil Awal 1438 (30/1/2017)

بيت جنتي، ٢/٥/١٤٣٧


الشيخ محمد ايرمنشه


Sabtu, 28 Januari 2017

Belajar dari kaum Sufi....

 

Gambar ilustrasi waktu


"Aku bergaul dengan orang Sufi. Aku tidak mengambil manfaat dari mereka, kecuali dalam dua hal. Pertama, mereka mengatakan, 'Waktu adalah pedang. Bila engkau tidak memotongnya maka sang waktu yang akan memenggalmu.'

Kedua, mereka mengatakan, 'Kalau engkau tidak menyibukkan diri dengan kebenaran maka pasti ia (waktu) yang akan menyibukkanmu dengan kebatilan.'''


Pdk Al Qusyairiyyah 29 Rabiul Akhir 1438 H


MEI



Gambar ilustrasi diatas milik Mindtrap