Kamis, 27 Oktober 2016

Nasihat seorang Ayah buat anaknya. (1)

 

Wahai anakku!
Manakala kusaksikan diriku telah mencapai usia tua dan tubuhku makin bertambah lemah,  kubergegas menyampaikan pesanku ini kepadamu. 
Kusebutkan beberapa persoalan yang sampai kini hanya tersimpan dalam hatiku.  Dan kini ingin kusampaikan kepadamu sebelum ajal mencapaiku,  dan sebelum pikiranku melemah seperti melemahnya tubuhku.  Aku bercepat-cepat memberimu pengajaran sebelum hatimu berkarat dan pikiranmu terpengaruh oleh lingkungan jelek;  agar kau dapat menilai dengan kemantapan akalmu dan mengambil pelajaran dari segala pengalaman orang-orang sebelum kamu.  Dengan begitu kau tidak usah lagi mencari-cari, dan kau akan selamat dari akibat segala yang bersifat untung-untungan. Sungguh, hati kaum remaja ibarat tanah kosong; apapun yang dicampakkan keatasnya, akan diterima begitu saja.  Camkan baik-baik segala pesanku untukmu;  dan jangan sekali-kali engkau mencampakkannya.  Ingatlah bahwa sebaik-baik ucapan ialah yang mendatangkan manfaat bagimu.

Wahai Anakku,
Kendati pun aku tidak dikaruniai usia sepanjang orang-orang sebelumku,  namun aku telah cukup memperhatikan tindakan-tindakan mereka.  Aku telah mengkaji peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan mereka.  Ku-ikuti bekas tapak kaki mereka,  sehingga aku seolah-olah menjadi seperti salah seorang diantara mereka.  Bahkan, dengan mengetahui hasil-hasil yang mereka capai,  seakan-akan aku telah hidup bersama orang pertama sampai yang terakhir dari mereka.  Akupun mampu membedakan antara yang jernih bersih dan yang keruh kotor;  yang bermanfaat dan yang mudharat.  Lalu kusaringkan untukmu setiap persoalan,  kuhidangkan bagimu segala yang baik dan kujauhkan darimu semua yang menyesatkan.  

Kucurahkan seluruh keprihatinanku kepadamu dengan keprihatinan seorang ayah yang penuh kasih sayang.  Dan kumantapkan hatiku dalam memberimu sebaik-baik pendidikan disaat-saat kau masih muda belia; dikala kau menghadapi masa mudamu dengan memiliki itikad yang sehat dan jiwa yang suci bersih. Dan kumulai mengajarimu tentang kitab Allah dan tafsirnya,  ketentuan-ketentuan Islam dan hukum-hukumnya,  serta halal dan haramnya. Tidak akan kutambahkan sesuatu bagimu selain itu.

Wahai Anakku!
Kupesankan agar kau selalu bertaqwa kepada Allah dan tetap mengikuti semua perintah-Nya; mengisi kalbumu dengan selalu ingat kepada-Nya.

Baiti Jannati, 27 Oktober 2016

MEI

 
Gambar ilustrasi 

Sabtu, 01 Oktober 2016

SEBARKAN ILMU

"Janganlah menyebarluaskan ilmumu dengan tujuan agar kau dipercaya orang-orang, tetapi sebarkanlah ilmumu agar kau dipercaya Allah, walaupun dengan berbagai kekurangan.
Kekurangan antara dirimu dengan Allah pada aspek yang Dia perintahkan, lebih baik daripada kekurangan yang ada antara dirimu dengan manusia pada aspek yang Dia larang. Karena kekurangan yang membawamu kepada Allah lebih baik dari pada kekurangan yang memutuskanmu dariNya."

(Muhammad Irmansyah Asy-Syadzili, 1 Oktober 2016)

Lukisan Guru Syaikh Lukman Hakim 

Kamis, 28 Juli 2016

BERILMU SEBELUM BERAMAL

Berilmu lah sebelum berbicara, bersikap, dan bertindak. Diam adalah kehati hatian. Perhatikan darimana engkau ambil kabar berita. Periksa siapa yang berbicara, dan telitilah mana yang benar dan mana yang salah!”

JAKARTA, 28 Juli 2016

MEI 

Selasa, 05 Juli 2016

KHILAFIYAH

Masalah Khilafiyah, Bagaimana Harus Bersikap?

Masalah khilafiyah adalah masalah yang hukumnya tidak disepakati para ulama. Terkadang ketidaksepakatan itu hanya pada tataran yang sempit, bahkan seringkali hanya perbedaan penggunaan istilah. Tapi tidak jarang pula tataran perbedaannya luas, yaitu antara halal dan haram.

Munculnya perbedaan pendapat tentang hukum suatu masalah sebenarnya hak para ulama saja. Sebab mereka itulah yang punya alat dan otoritas untuk menyimpulkan sebuah hukum agama. Kita sebagai orang awam, tentu tidak punya perangkat dan alatnya, juga tidak punya spesifikasi yang minimal untuk melakukan pengambilan kesimpulan hukum.

Sayangnya, seringkali perbedaan pendapat itu justru dilakukan oleh mereka yang tidak punya kapasitas keilmuwan khusus dalam istimbath hukum.

Seringkali orang yang tidak mengerti ilmu kecuali hanya sekedar bertaklid kepada seorang tokoh, tiba-tiba dengan beraninya mencaci-maki para ulama sambil menuduh mereka ahli bid'ah. Padahal dia sendiri tidak paham apa yang sedang dikatakannya.

Tidak jarang orang-orang awam itu hanya punya ilmu sebatas apa yang gurunya sampaikan, akan tetapi seolah-olah dia berlagak seperti ulama betulan, sambil menyalahkan semua hal yang sekiranya tidak sama dengan pendapat gurunya. Orang seperti ini tidak lain adalah muqallid yang jahil serta tidak punya tata-adab sebagai ulama.

Bahkan perlu diketahui, tidak semua orang yang pernah belajar agama, memiliki kapasitas di bidang menarik kesimpulan hukum. Orang yang sekedar mempelajari ilmu tafsir misalnya, tentu punya ilmu yang luas dalam masalah makna ayat-ayat Al-Quran, namun bukan berarti dia punya kemampuan dalam menarik kesimpulan hukum. Demikian juga orang yang mendalami ilmu kritik hadits, tentu piawai untuk menilai keshahihan suatu hadits, akan tetapi kepiawaiannya itu bukan pada bidang metode pengambilan kesimpulan hukum. Apalagi orang yang belajar sastra arab dan bidang tata bahasa (ilmu nahwu), tentu bukan bidangnya bila harus menarik kesimpulan hukum dari Al-Quran dan As-Sunnah.

Ilmu dan metodologi dalam menarik kesimpulan hukum itu adalah ilmu yang dipelajari oleh mereka yang belajar di fakultas syariah. Dengan berbagai disiplin ilmu pendukung seperti ilmu fiqih sendiri sebagai dasar, ilmu ushul fiqih sebagai metodologi, ilmu mantiq sebagai logika, ilmu qawa'id fiqhiyah sebagai penunjang. Selain itu mereka pun harus memahami ilmu tafsir, ilmu hadits, ilmu lughah arabiyah dengan beragam cabangnya.

Sebab tugas mereka adalah menelusuri semua dalil dan berserakan lalu membangunnya menjadi sebuah hujjah dan menarik kesimpulan hukumnya. Jadi memang perlu memiliki banyak cabang disiplin ilmu yang menunjang tugasnya.

Sayangnya, seringkali orang yang bukan pada kapasitasnya itu berdebat tentang masalah yang mereka tidak menguasainya. Akibatnya mudah diterka, masalah akan semakin rumit di tangan orang yang tidak paham.

Sebaliknya, kita bila saksikan bagaimana indahnya para ulama di masa lalu memperbincangkan perbedaan pendapat. Tidak ada caci maki, apalagi saling ejek atau saling tuduh ahli bid'ah. Sebab masing-masing sadar bahwa argumen temannya itu tidak bisa dipatahkan begitu saja. Meski dirinya lebih yakin dengan kekuatan argemumentasi sendiri, tapi tetap saja menaruh hormat yang tinggi kepada pendapat orang lain. Rupanya, semakin tinggi ilmu mereka, semakin tawadhhu' jiwa mereka.

Cirebon, 30/09/1437 H

MEI 

Ilustrasi 

Kamis, 30 Juni 2016

RUBAH KEBIASAANMU

"Bagaimana mungkin dapat mencapai sesuatu yang luar biasa, sedangkan kamu sendiri tidak merubah kebiasaan dirimu sendiri."

Pdk. Al Qusyairiyyah 24/9/1437 H

MEI

Ilustrasi 

Minggu, 22 Mei 2016

MAQAM RASULULLAH S.A.W.

Pertanyaan:

Buya boleh bertanya,
Ada yang mengganjal dalam benak saya, soal batasan poligami tidak boleh lebih empat istri. Apa Allah memang melarang demikian. Ada di Surah mana. Kan cuma ada di hadist? Kita disuruh mengikuti jejaknya, kenapa Rasullulloh boleh beristri lebih dari empat,  sedangkan umatnya nggak boleh. Ini tentu tanda tanya besar, bahkan terasa tidak adil.

Terima kasih buya.

Ponorogo, 22 Mei 2016.

D.R.

Jawaban:

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Pertanyaan Anda itu memang menarik untuk dikaji, terutama sebagai benteng pertahanan para juru dakwah, bila menghadapi serbuan tasykik para zindiq dan musuh-musuh Allah yang menggoyahkan keyakinan kita.

Untuk itu perlu dijelaskan kepada siapapun, bahwa kedudukan  Rasulullah   Shallallahu 'Alaihi Wasallam di tengah umatnya tidak sama. Kedudukannya atau maqam nya jauh lebih tinggi, bahkan dari derajat para malaikat sekalipun. Bukankah sampai pada titik tertentu dari langit yang tujuh itu, malaikat Jibril pun harus berhenti dan tidak bisa meneruskan perjalanan mi’raj? Sementara Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam sendiri saja yang boleh meneruskan perjalanan. Ini menunjukkan bahwa maqam dan derajat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam  lebih tinggi dari malaikat Jibril `alaihissalam.

Demikian juga dengan masalah dosa. Kalau manusia umumnya bisa berdosa dan mendapat pahala, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam sudah dijamin suci dari semua dosa atau disebut ma'sum. Sebab tugas Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam  menyampaikan syariah saja, baik dengan lisan maupun dengan peragaan. Namun karena Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam  itu dijadikan qudwah hidup, maka mereka pun ber-iltizam pada syariat yang mereka sampaikan.

Pengecualian Syariat Buat Pribadi Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam.

Dalam implementasinya, memang secara jujur harus diakui adanya sedikit detail syariah yang berbeda antara Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dengan umatnya. Namun pengecualian ini sama sekali tidak merusak misi utamanya sebagai pembawa risalah dan juga qudwah. Sebab di balik hal itu, pasti ada hikmah ilahiyah yang tersembunyi.

Misalnya, bila umat Islam tidak diwajibkan melakukan shalat malam, maka Rasulllah Shallallahu Alaihi Wasallam  justru diwajibkan untuk melakukannya.

إِنَّ رَبَّكَ يَعْلَمُ أَنَّكَ تَقُومُ أَدْنَى مِن ثُلُثَيِ اللَّيْلِ وَنِصْفَهُ وَثُلُثَهُ وَطَائِفَةٌ مِّنَ الَّذِينَ مَعَكَ وَاللَّهُ يُقَدِّرُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ عَلِمَ أَن لَّن تُحْصُوهُ فَتَابَ عَلَيْكُمْ فَاقْرَؤُوا مَا تَيَسَّرَ مِنَ الْقُرْآنِ عَلِمَ أَن سَيَكُونُ مِنكُم مَّرْضَى وَآخَرُونَ يَضْرِبُونَ فِي الْأَرْضِ يَبْتَغُونَ مِن فَضْلِ اللَّهِ وَآخَرُونَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَاقْرَؤُوا مَا تَيَسَّرَ مِنْهُ وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَأَقْرِضُوا اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا وَمَا تُقَدِّمُوا لِأَنفُسِكُم مِّنْ خَيْرٍ تَجِدُوهُ عِندَ اللَّهِ هُوَ خَيْرًا وَأَعْظَمَ أَجْرًا وَاسْتَغْفِرُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ

Artinya: "Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam atau sepertiganya dan segolongan dari orang-orang yang bersama kamu.  Dan Allah menetapkan ukuran malam dan siang. Allah mengetahuinya bahwa kamu sekali-kali tidak dapat menentukan batas-batas waktu-waktu itu,  maka Dia memberi keringanan kepadamu, karena itu bacalah apa yang mudah dari Al-Qur'an. Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi yang berperang di jalan Allah,  maka bacalah apa yang mudah dari Al-Qur'an dan dirikanlah sembahyang,  tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik. Dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperolehnya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya. Dan mohonlah ampunan kepada Allah;  sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.".  

Bila umat Islam diharamkan berpuasa dengan cara wishal , maka Rasulullah  Shallallahu Alaihi Wasallam  justru diperbolehkan bahkan diperintahkan.

عن ابن عمر - رضي الله تعالى عنهما - قال: { واصل رسول الله صلى الله عليه وسلم في رمضان, فواصل الناس.. فنهاهم, قيل له: إنك تواصل, قال: إني لست مثلكم, إني أطعم وأسقى

Dari Ibnu Umar r.a. berkata bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam berpuasa wishal di bulan Ramadhan. Lalu orang-orang ikut melakukannya. Namun Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam melarangnya.  Orang-orang bertanya,  "Mengapa Anda melakukannya?". Beliau menjawab, "Aku tidak seperti kalian... ".

Bila isteri-isteri umat Islam tidak diwajibkan bertabir dengan laki-laki ajnabi, khusus buat para isteri Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam  telah ditetapkan kewajiban bertabir. Sehingga wajah mereka tidak boleh dilihat oleh laki-laki, sebagaimana mereka pun tidak boleh melihat wajah laki-laki lain. Hal itu berlaku buat para isteri Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam. Kejadian itu bisa kita lihat tatkala Abdullah bin Ummi Maktum yang buta masuk ke rumah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, sedang saat itu beliau sedang bersama dua isterinya. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam lalu memerintahkan mereka berhijab, meski Abdullah bin Ummi Maktum orang yang buta matanya. Namun Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam  menjelaskan bahwa kedua isterinya bukan orang yang buta.

Karena itulah Allah Subhanahu Wa Ta'ala  berfirman di dalam Al-Qur'an:

وَإِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعًا فَاسْأَلُوهُنَّ مِن وَرَاء حِجَابٍ ذَلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ وَقُلُوبِهِنَّ وَمَا كَانَ لَكُمْ أَن تُؤْذُوا رَسُولَ اللَّهِ وَلَا أَن تَنكِحُوا أَزْوَاجَهُ مِن بَعْدِهِ أَبَدًا إِنَّ ذَلِكُمْ كَانَ عِندَ اللَّهِ عَظِيمًا

Artinya: "Apabila kamu meminta sesuatu kepada mereka, maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka. Dan tidak boleh kamu menyakiti Rasulullah dan tidak mengawini isteri-isterinya selama-lamanya sesudah ia wafat. Sesungguhnya perbuatan itu adalah amat besar di sisi Allah."

Bila wanita yang telah ditinggal mati oleh suaminya selesai dari ‘iddah mereka boleh dinikahi oleh orang lain, maka para janda Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam justru haram dinikahi selamanya oleh siapapun. Bahkan kepada mereka disandangkan gelar ummahatul mukminin yang artinya adalah ibu orang-orang mukmin. Haramnya menikahi janda Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam  sama dengan haramnya menikahi ibu sendiri.

Dan masih ada beberapa lagi kekhususan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam. Salah satunya adalah kebolehan beliau untuk tidak menceraikan isteri yang jumlahnya sudah lebih dari 4 orang. Sedangkan umat Islam lainnya, disuruh untuk menceraikan isteri bila melebihi 4 orang.

Sebagaimana kita ketahui di masa lalu dan bukan hanya terjadi pada bangsa Arab saja, para laki-laki memiliki banyak isteri, hingga ada yang mencapai ratusan orang. Barangkali hal itu terasa aneh untuk masa sekarang. Tapi percayalah bahwa gaya hidup manusia di masa lalu memang demikian. Dan bukan hanya tradisi bangsa Arab saja, melainkan semua bangsa. Sejarah Eropa, Cina, India, Afrika, Arab dan nyaris semuanya, memang terbiasa memiliki isteri banyak hingga puluhan. Bahkan para raja di Jawa pun punya puluhan selir.

Lalu datanglah syariat Islam yang dengan bijaksana memberikan batasan hingga maksimal 4 orang saja. Kalau terlanjur sudah punya isteri lebih dari empat, harus diceraikan suka atau tidak suka. Kalau kita melihat dari sudut pandang para isteri, justru kita seharusnya merasa kasihan, karena harus diceraikan.

Karena itulah khusus bagi Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, Allah Subhanahu Wa Ta'ala  tidak memerintahkannya untuk menceraikan para isterinya. Tidak ada pembatasan maksimal hanya 4 orang saja. Justru pengecualian itu merupakan bentuk kasih sayang Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam  kepada mereka, bukan sebaliknya seperti yang dituduhkan oleh para orintelis yang hatinya hitam itu. Mereka selama ini menuduh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam  sebagai orang yang haus perempuan, naudzu billahi min dzalik.
Itulah yang disebut maqam Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam.

Adil-Nya Allah tidaklah sama dengan "adil" nya manusia.
Hadist merupakan landasan hukum bagi seorang mukmin. Hadist Qudsi merupakan firman Allah.

Semoga Allah menghancurkan tipu daya para orientalis terlaknat, merusak semua sumber dana dan media propaganda sesat mereka, serta meruntuhkan kesombongan mereka. Amin Ya Rabbal ‘alamin.

Ooh ya, hampir terlupa,  silahkan lihat surah An Nisa ayat 3 tentang
مِّنَ النِّسَاءِ مَثْنَىٰ وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ ۖ
Wallahu a’lam bishshawab.

Billahi fie sabilil haq.

Wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Ponpes Darul Muttaqien.
Parung, 15 Sha'ban 1437 H.

KH. Muhammad E. Irmansyah, BE, MBA, SHI.

Gambar ilustrasi 

Senin, 04 April 2016

JAGA LISAN AGAR HATIMU TIDAK GELISAH

"Hendaklah menahan lisanmu dari  membicarakan keburukan orang lain sebab boleh jadi pada malam-malam sepi dia menangis memohon ampunan Rabbnya, sedangkan keadaan hatimu sudah jatuh dalam kelalaian karena merasa jauh lebih baik dari orang lain."

Pondok Al-Qusyairiyah,  26 Jumadil Akhir 1437 H.

Zaujati Ummu "Ike" Aisyah

Kamis, 31 Maret 2016

BAGAIMANA SEHARUSNYA SEORANG MURID




Asy-Sya’rani

Seharusnya seorang murid tidak memiliki sifat-sifat tercela seperti dengki, menggunjing orang lain, menipu, berbuat zalim, merampas hak orang lain, sombong, bertengkar, dusta, membanggakan diri dengan kemewahan, memenuhi kesenangan nafsu.


Seorang murid hendaknya tidak memimpin di majelis, tidak melihat dirinya mengungguli orang-orang muslim yang lain, tidak bertengkar, berdebat dan seterusnya. Maka barangsiapa mengaku dirinya benar dalam keinginannya sementara ia memiliki sifat-sifat tercela seperti di atas, maka ia bukanlah murid yang benar, dan tidak akan ada sesuatu yang bakal muncul dari tarekat yang ditempuhnya. Sebab sifat-sifat tercela di atas akan menghentikan perjalanan orang yang bersangkutan, bahkan akan melemparkannya jauh dari hadirat Allah Azza wa Jalla menuju ke hadirat setan, sebab sifat-sifat tercela sebagaimana di atas merupakan sifat-sifat setan. — Dan hanya Allah Yang Mahatahu.

Seorang murid hendaknya menutup pintu yang menjaga keagungannya dari para makhluk. Ia juga tidak boleh memperhatikan siapa pun yang datang kepadanya atau yang pergi meninggalkannya kecuali dengan cara yang dibenarkan oleh syariatnya. Sebab di antara syarat-syarat murid yang benar adalah lebih suka menjauh dari manusia dan tidak mencari kedudukan di mata mereka. Lalu apa keuntungan yang ia peroleh dan yang mereka dapatkan? Dan tidak sepantasnya seorang murid menghadiri majelis-majelis yang tidak bermanfaat, atau forum yang hanya untuk mencari muka, perdebatan, membanggakan diri dan pamer, sekalipun itu majelis keilmuan. Sebab sedikit sekali bisa diharapkan selamat, mencari ilmu dengan diikuti faktor-faktor tersebut. Maka wajib bagi anda wahai saudaraku, untuk selalu menyendiri kecuali bila menghadiri jamaah dzikir dan majelis-majelis ilmu yang selamat dari sifat-sifat tercela sebagaimana di atas.

Syekh Ibrahim ad-Dasuqi mengatakan: Wahai anakku, janganlah engkau menghadiri majelis-majelis ilmu yang diduga kuat para pesertanya tidak memiliki keikhlasan, karena majelis ini hanya akan mengakibatkan kegelapan di hatimu. Oleh karenanya, engkau harus menjauh dari mereka setelah engkau tahu apa yang diperintahkan oleh Allah untuk mengajarkannya. Sebab pada kurun ketujuh ini — (waktu itu; pent.) — wahai anakku, engkau akan melihat berbagai keanehan, di mana sebagian besar dari mereka telah menjadikan perjalanan tarekat kaum sufi keluar dari ajaran-ajaran syariat, dan hakikat cinta  dianggap dalam tarekat. Dari kondisinya yang jelek ini, akhirnya mereka melihat bahwa pintu pemberian anugerah telah tertutup bagi kaum sufi, sebagaimana yang mereka alami. Ini karena kebodohan mereka tentang apa yang biasa dilakukan oleh para ahli tarekat salaf, di mana mereka selalu bermujahadat melawan nafsunya, baik siang maupun malam hari, sampai hati mereka hancur dan tubuhnya lemas lunglai akibat perjuangan yang sangat berat. Andaikan salah seorang dari mereka pernah merasakan kondisi spiritual kaum sufi salaf, tentu mereka tidak akan berbuat demikian.

Syekh Ibrahim ad-Dasuqi juga mengatakan: Demi Allah, tidak ada yang perlu dicari oleh seorang murid yang benar kecuali hanya Dia; yakni dengan hal itu akan semakin menambah ma’rifat. Tapi kalau tidak, maka al-Haq Swt. sudah dikenal oleh semua umat muslim, dan sudah maklum wujud-Nya.

Sementara itu Syekh Ali al-Khawwash mengatakan: Tidak pantas seseorang mencari al-Haq Swt. Sebab istilah mencari hanya cocok untuk sesuatu yang hilang, sedangkan al-Haq senantiasa wujud menurut kelompok mana pun, bahkan menurut kaum ateis sekalipun. Sebab wujud al-Haq tidak pernah kosong dan hilang, namun yang tidak ditemukan oleh mereka hanyalah sifat dan sifat-sifat-Nya, dan bukan yang lain. Seperti ucapan mereka, “Sesungguhnya Nama Allah Swt. al-Hayyu (Yang Mahahidup), yakni Nama yang kekal, sebab Yang Mahahidup berarti Dzat yang hidup-Nya tidak akan pernah punah dan hancur.”

Syekh Ibrahim ad-Dasuqi mengatakan: Di antara syarat-syarat murid yang benar hendaknya tidak pernah bosan untuk selalu melihat kekurangan yang ada pada kondisi spiritualnya. Sebab dengan melihat kekurangan ini akan membuka pintu peningkatan spiritualnya. Sungguh Allah Swt. memberi orang yang merasa kurang dalam kondisi spiritualnya apa yang tidak pernah diberikan kepada orang-orang yang biasa mendapatkan nikmat.


BAGAIMANA SEHARUSNYA SEORANG MURID MEMILIH GURU SYARIATNYA?

Dan di antara perilaku yang harus dilakukan murid, hendaknya tidak belajar ilmu syariat kecuali kepada orang yang dikenal zuhud dan wara’. Jika gurunya mengizinkan untuk belajar kepada seorang guru syariat yang ditunjuk, tentu itu akan lebih membantu kepadanya dan mempersingkat tujuannya.
Syekh Ibrahim ad-Dasuqi mengatakan: Andaikan seorang murid datang ke tarekat melalui pintu ikhlas dalam ilmu dan amal, dan menjalankan perintah syariat demi memenuhi perintah Allah Swt., dan bukan karena ingin mencari pahala atau faktor-faktor pendorong lainnya — sebagaimana yang dilakukan oleh para salaf saleh — tentu ia sudah cukup dan tidak membutuhkan kaum sufi. Akan tetapi karena ia datang ke tarekat dengan membawa setumpuk penyakit dalam ilmu dan amalnya, sehingga tidak memungkinkannya masuk ke hadirat Allah Azza wa Jalla. Oleh karenanya, ia tetap butuh orang bijak yang membantu menghilangkan penyakit-penyakitnya supaya ia pantas masuk ke hadirat Allah Azza wa Jalla. Sebab hadirat ini diharamkan bagi kaum yang sekadar mengaku dan tolol.

Syekh Ibrahim ad-Dasuqi juga mengatakan: Apabila seorang murid tidak sanggup mengikuti perilaku Rasulullah, baik ucapan maupun perbuatannya, maka hendaknya meniru akhlak gurunya yang tidak jauh dari akhlak Rasulullah Saw. Kalau ia tidak bisa mengikuti akhlak gurunya, ia bakal hancur. Maka barangsiapa menghina dan meremehkan tarekat dan para pengikutnya, maka terpaksa tarekat juga akan meremehkan dan menjauhinya. Sedangkan yang dimaksud dengan menghina tarekat, adalah tidak berjalan pada aturan-aturan para pengikutnya.

Ia juga mengatakan: Makanan utama para murid di awal perjalanannya adalah kelaparan, hujannya adalah air mata, kebutuhan pokoknya adalah kembali kepada Allah, dan berpuasa hingga tubuhnya lemah lunglai sehingga kelembutan bisa masuk ke dalam hatinya. Adapun orang yang perutnya selalu kenyang, matanya selalu tidur, omongannya tidak bermanfaat, berusaha mencari keringanan syariat, dan mengatakan apa yang tidak ia lakukan, maka ia orang yang perlu dicaci, dan tidak ada sesuatu yang muncul dari perjalanan spiritualnya.
Ia juga mengatakan: Tarekat para murid tidak dibangun kecuali di atas dasar gelombang, api, lautan yang gemuruh, kelaparan dan pucat. Tarekat bukanlah dengan omongan dan pembualan. Kemudian ia berkata, “Ah ... ah ... aku tidak pernah melihat anak-anakku yang mengikuti jejak para tokoh kemudian ia tidak layak ditempati rahasia-rahasia hati.” Lebih lanjut ia mengatakan: Khalwatnya seorang murid yang benar adalah pada sajadahnya, sedangkan khalwatnya adalah rahasia dan kesenangannya.

Ia juga mengatakan: Di antara syarat murid yang benar hendaknya tidak ada yang membuatnya sakit hati, tidak berbicara dengan sesuatu yang tak bermanfaat, dan tidak pernah mengumpat sama sekali terhadap musibah yang menimpanya. Apabila diuji dengan mendapatkan bencana, ia akan bersabar, dan apabila mampu menguasai orang yang memusuhinya, maka akan memaafkannya. Ia akan memakmurkan bumi dengan jasadnya, dan memakmurkan langit dengan hatinya, di mana cara yang ditempuhnya adalah menahan kejengkelan, pengorbanan dan lebih mengutamakan kepentingan orang lain daripada dirinya sendiri. — Dan hanya Allah Yang Mahatahu.
Di antara perilaku yang harus dilakukan murid adalah mengurangi makan dan tidur semampu mungkin, terutama di waktu sahur. Sebab tidur di waktu tersebut tidak ada manfaat duniawinya dan terutama akhiratnya. Sedangkan memperbanyak tidur hanyalah kerugian, sebab tidur adalah saudara kandung kematian.

Syekh Ibrahim ad-Dasuqi mengatakan: Bagaimana murid yang benar mengaku cinta tarekat, sementara ia tidur di saat-saat orang yang sedang bangun bisa mendapatkan jarahan dan waktu membuka gudang simpanan, waktu menyebarkan ilmu, dan menampakkan apa yang tersimpan? Apakah murid pembohong ini tidak merasa malu untuk mengaku seperti itu? Sementara kemauannya sudah tidur mendengkur, dan keteguhannya pun padam, sementara dalam kondisi seperti ini ia masih sempat mengaku-ngaku kejujuran!
Demi Allah, seorang murid yang benar dalam cintanya pada tarekat mesti dari hatinya akan memancarkan hikmah, yang akhirnya akan menyembuhkan orang buta dan belang kulit serta menghidupkan orang mati dengan izin Allah.

Syekh Ibrahim ad-Dasuqi mengatakan: Di antara syarat murid yang benar, hendaknya kokoh dalam mencari tarekat sampai tumbuh dan memunculkan ranting-rantingnya. Maka dalam kondisi seperti ini bisa aman dan kemungkinan kembali ke belakang.
Lebih lanjut ia mengatakan: Wahai anak-anak hatiku, kalau engkau ingin agar benar-benar jujur bersamaku, maka jauhilah bergaul dengan orang-orang yang biasa berdebat tanpa argumentasi keilmuan, dan jangan sekali-kali salah seorang dari mereka engkau jadikan teman. Sebab ia hanya akan merintangimu dalam menempuh tarekat para ulama yang mengamalkan ilmunya. Dan jadikan temanmu orang alim yang menuntut dirinya untuk mengamalkan ilmunya, kemudian ia tidak menganggap dirinya termasuk jajaran orang-orang berilmu. Sebab dari orang seperti ini engkau akan mendapatkan hikmah. — Dan hanya Allah Yang Mahatahu.
Seorang murid harus bersabar memikul beban penderitaan yang menyakitkan hatinya, tekun dalam menjalankan ibadah, baik siang maupun malam hari, tidak pernah jenuh dan bosan sampai ia merasakan ketenangan dalam mencintai Allah Azza wa Jalla. Apabila ia sudah merasakan ketenangan untuk mencintai-Nya maka ia tidak akan menoleh kepada yang lain, baik di dunia maupun di akhirat kecuali atas izin-Nya.

Syekh Ibrahim ad-Dasuqi mengatakan: Wahai anakku, bila engkau benar-benar jujur dalam keinginanmu, menjernihkan muamalahmu, dan menyucikan rahasia hatimu, maka janganlah engkau mengaku telah mencium bau tarekat, dan jangan melihat dirimu kecuali hanya seorang yang selalu bermaksiat dan bangkrut dari amal saleh. Maka berapa banyak murid yang telah hancur akibat tertipu oleh nafsunya sendiri.
Ia juga berpesan: Wahai anakku, jika engkau benar-benar jujur untuk menjadi muridku, maka lakukan segala perintah Allah dengan sungguh-sungguh, berjuanglah dengan sungguh-sungguh, jangan sekali-kali engkau bosan dan kemudian berpaling, jangan mencari keringanan untuk dirimu dalam meninggalkan ibadah sekalipun hanya satu waktu dengan alasan tidak mampu melakukannya. Sebab Dzat Yang menguji adalah Maha melihat.

Syekh Ibrahim ad-Dasuqi bila melihat orang yang mengenakan pakaian simbolis kaum sufi, sementara perilakunya menyimpang dari akhlak mereka, maka dia akan mengingatkannya sembari berkata: “Tidak setiap orang yang sudah mengenakan pakaian simbolis kaum sufi mesti jujur dalam pencarian tarekat kaum sufi. Sebab pakaian hanyalah perkara luar, sedangkan amalan kaum sufi adalah bersifat batin. Kami selamanya tidak pernah melihat seseorang yang mengenakan jubah putih dan memanjangkan serbannya sampai ke bawah dan dituliskan ijazah untuknya kemudian ia menjadi guru hanya dengan cara demikian.”
Apabila hati seorang murid tidak bisa lembut, yakni bersih dari segala kotoran, maka dari mata hatinya tidak akan memancarkan sinar, sekalipun ia beramal dengan amal orang-orang saleh. Oleh karenanya kaum sufi menyaratkan kepada para murid untuk bertobat dari segala kesalahan agar hatinya bisa bersinar. Dan apabila sinar cahayanya sudah tampak pada orang-orang tertentu atau orang-orang awam, maka adabnya hendaklah ia menutupi dirinya sehingga manusia tidak bisa menyaksikan cahaya tersebut, agar ia bisa keluar dari dunia dengan modal pokoknya secara sempurna dan tanpa kekurangan.

Syekh Ibrahim ad-Dasuqi juga mengatakan: Setiap murid yang menyimpan kejelekan, di mana ketika aibnya terbuka akan malu, baik di dunia maupun di akhirat, maka andaikan kejelekan itu terbuka tidak akan muncul apa pun dari tarekat. Betapa aibnya orang berpakaian dengan simbol-simbol kaum sufi, sementara perilakunya melanggar jalan yang ditempuh mereka.

Ia juga berkata: Wahai anakku, jika engkau menginginkan agar benar-benar menjadi orang yang jujur dalam keinginanmu, maka pakailah pakaian (gamis) kaum fakir sufi yang bersih, yang mulia dan indah. Tapi masalahnya bukan pada mengenakan pakaian, bukan dengan cara bertempat di pemondokan, bukan dengan cara mengenakan jubah dan pakaian-pakaian bertambal, bukan dengan mengenakan pakaian wol sebagai identitas sufi dan bukan dengan sandal yang bertambal.
Lebih lanjut ia mengatakan: Termasuk di antara perilaku seorang murid, hendaknya lembaran (catatan amal)-nya tidak ada yang hitam, akan tetapi lembaran-lembaran amalnya setiap harinya dilipat dengan putih bersih yang berisikan amal-amal suci yang diridhai oleh Allah.
Amal perbuatan seorang murid hendaknya sesuai dengan syariat suci, baik hukum yang bersifat nash (dogma) maupun hasil ijtihad yang bersih dan syathahat menurut lahiriah syariat. Sebab syariat merupakan batas ketentuan yang pasti dan ibarat sebuah pedang tajam yang melindungi. Ini berbeda dengan apa yang dianggap di dalamnya syariat yang tidak jelas bagi para ulama aspek pengambilan hukumnya dari Kitab dan Sunnah, maka hal ini tidak bisa dilindungi oleh ketentuan hukum syariat.

Syekh Ibrahim ad-Dasuqi berkata: Barangsiapa menginginkan agar ia benar-benar jujur dalam keinginannya, seluruh amal perbuatan dan ucapannya, maka hendaknya menahan dirinya dalam puncak syariat, menyetempelnya dengan stempel hakikat, membunuhnya dengan pedang mujahadat dan memberi minum dengan pahitnya penderitaan.
Di saat menulis permasalahan ini aku benar-benar melihat suatu ilmu dan ciri-ciri kenabian yang saya terima secara pembicaraan lisan dengan sadar, di mana ilmu ini akan membangkitkan semangat murid dan memperteguh keimanannya tentang amal dan syariat. Kemudian saya ingin menulisnya di sini: Di mana ada seseorang datang kepadaku dengan membawa potongan kepala domba yang sudah dipanggang dan dimakan kulitnya. Di bagian kepala itu tertulis dengan tulisan Ilahiah (Ketuhanan) di atas dahi dan hidung yang lafalnya sebagai berikut:
“Tidak ada Tuhan selain Allah, Muhammad adalah Utusan Allah, yang Dia utus dengan membawa petunjuk dan agama yang benar, dengannya Dia akan menunjukkan kepada siapa pun hamba-hamba-Nya yang dikehendaki.”
Saya melihat kata: (siapa pun yang dikehendaki) tertulis berulang kali dalam tulisan Ilahiah. Ini menunjukkan adanya hikmah yang terselubung. Sebab Allah Swt. tidak akan lupa. Andaikan kita tidak memiliki argumentasi (dalil) atas kebenaran syariat dan kerasulan Muhammad Saw, — di mana hal itu merupakan petunjuk dari Allah Swt. — kecuali tulisan Ilahiah yang tertulis di dalam kepala domba yang terletak di bawah kulit, tentu hal ini sudah cukup bagi kita untuk menjadi dalil atas kebenaran syariat Muhammad Saw.
Sedangkan huruf-huruf tulisan tersebut bersih dari unsur yang membedakan antara laki-laki dengan perempuan, tidak seperti kondisi tulisan yang menggunakan tinta dan juga tidak seperti otot putih atau hitam yang ada di dalam tulang. Mahasuci Allah, Tuhan Pemelihara alam Yang banyak memberi berkah.

Kami menyaksikan tulisan ini pada tanggal l2 Jumadil Akhir 961 H. Maka setiap orang yang masih memiliki keraguan akan kebenaran akan kerasulan Muhammad Saw. dan kemudian melihat tulisan seperti ini tentu keraguannya akan segera sirna, kecuali memang ia telah ditentukan sebelumnya menjadi orang yang celaka.
Wahai saudaraku, tetaplah engkau mengikuti Sunah Muhammad Saw. yang sudah pasti benar, dan benar pula pahala yang dijanjikan dan siksa yang diancamkan. — Dan hanya Allah Yang Mahatahu akan kebenarannya.
Seorang murid juga harus bersabar menahan lapar, bahkan lupa makan secara totalitas, karena hanya sibuk berdzikir kepada Tuhannya.

Asy-Syibli —rahimahullah— mengisahkan: Selama bertahun-tahun di awal perjalanan spiritual saya tidak makan kecuali hari Jumat, itupun dari makanan Abu al-Qasim al-Junaid. Saya tidak pernah ingat makan kecuali ketika sedang disuguhkan pada hari Jumat. Dan ketika tidak disuguhkan maka tidak pernah terlintas di benak saya tentang makanan.

Syekh Ibrahim ad-Dasuqi mengatakan: Kaidah tarekat bagi si murid dan sekaligus yang bisa memperkokoh dan menerangi adalah lapar. Sebab ini yang bisa menyucikan tempat-tempat iblis dari dalam tubuh. Maka barangsiapa menginginkan kebahagiaan, maka hendaknya selalu menjadikan dirinya lapar dengan cara yang dibenarkan oleh syariat, dan tidak makan kecuali memang sangat membutuhkan. Barangsiapa mencari minum tanpa menggunakan pantangan, maka akan salah dalam mencari kesembuhan. Sebagai mana yang telah saya sebutkan di muka, bahwa lapar merupakan salah satu rukun tarekat yang ada empat menurut para wali abdal, yaitu lapar, tidak tidur malam, uzlah (menjauh dari orang), dan diam tanpa bicara.
Barangsiapa lapar maka tiga rukun tarekat yang lain secara otomatis akan mengikut. ini berbeda bila dibalik, sebab orang yang lapar dadanya akan merasa sumpek dengan manusia, akibatnya ia lebih suka uzlah, berat untuk berbicara yang tidak ada gunanya, dan susah untuk tidur. Ini dengan bukti, bahwa orang yang sakit apabila ia sudah sembuh dari sakitnya, maka dalam waktu beberapa hari berikutnya tidak bisa tidur sehingga orang lain berusaha menyembuhkannya supaya bisa tidur dengan memberi buah-buahan segar, karena selama ia sakit kurang makan. Ini untuk mengurangi kadar air yang ada dalam tubuh yang bisa mengakibatkan mudah tidur.

Maka barangsiapa perutnya dalam kondisi kenyang, lalu ia ingin bisa diam tanpa bicara atau ingin tidak tidur waktu malam atau menjauh dari manusia untuk berbuat taat kepada Allah tanpa diganggu oleh pikiran-pikiran yang menyibukkan hatinya, sehingga ia bisa menghadap kepada Allah secara sempurna, maka ia tidak akan mampu menjalankannya. — Dan hanya Allah Yang Mahatahu.


Diterjemahkan; ditulis ulang oleh:
Syekh KH. DR. Luqman Hakim, MA, SHI.; KH. Muhammad E Irmansyah, SHI.

Pondok Al-Qusyairiyah, 21 Jumadil Tsani 1437 H, 31 Maret 2016 M