Selasa, 27 Juni 2017

1 Syawal 1438 H di Istana: HUSNUDZDZONBILLAH DAN HUSNUDZDZON BI'IBAADILLAH

 
Tim GNPF-MUI  di Istana bersama Presiden RI 1 Syawal 1438 H.

 
Press Conference GNPF-MUI  dokumentasi GNPF-MUI



TULISAN INI BUYA BUAT KARENA MELIHAT ADANYA FITNAH KEPADA KETUA GNPF-MUI AL-MUKAROM AL-USTADZ BACHTIAR NASIR.

بسم الله الرحمن الرحيم
نحمده ونصلي على رسوله الكريم حامدا ومصليا ومسلما

Segala puji bagi Allah, shalawat serta salam semoga terlimpah ke atas utusan terpilih, Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam.  


TIDAK BOLEH BERBURUK SANGKA KEPADA HAMBA ALLAH.


Allah berfirman dalam surat Al-Hujurat ayat 12,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِّنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَّحِيمٌ
الحجرات: ١٢

 “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan jangan kamu cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.”

Membahas tentang husnudzdzan terhadap sesama manusia, kita sebagai seorang muslim harus saling berbaik sangka dengan keluarga, tetangga, dan masyarakat berbangsa dan bernegara. Manfaat dari berhusnudzdzan  kepada keluarga selain mendapatkan ridho Allah, kita juga dapat kebahagiaan dunia akhirat, serta menjaga agar kekeluargaan tetap kokoh dan utuh. Antar tetangga juga harus berprasangka baik dengan cara saling menghormati.

Rasulullah bersabda, "Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaknya menghormati tetangganya” (H.R. Muslim). 
Berbuat baik antar tetangga yang sesuai dengan sabda Rasulullah, "Tidak akan masuk surga orang yang tetangganya tidak merasa aman dari gangguan-gangguan.” (H.R. Muslim).

Dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara yang artinya cakupan dunia sosial semakin luas yang mana kita juga berhusnudzdzan. Rasulullah bersabda, “Bukan dari golongan kami (umat Islam) orang yang tidak menyayangi yang muda dan tidak menghormati yang tua.” 

Selain itu Allah SWT. berfirman dalam potongan surat Al-Maidah ayat 2, 

ۘ وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

المائدة : ٢

”…. Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran…” 

Dalam satu hadist Rasulullah SAW. telah bersabda: 

خَصْلَتَانِ لَيْسَ فَوْقَهُمَا شَيْءٌ مِنَ الْخَيْرِ: حُسْنُ الظَّنِّ بِا للهِ، وَحُسْنُ الظَّنِّ بِعِبَادِ اللهِ. وَخَصْلَتَانِ لَيْسَ فَوْقَهُمَا شَيْءٌ مِنَالشَّرِّ: سُوْءُ الظَّنِّ بِا للهِ، وَسُوْءُ الظَّنِّ بِعِبَادِ اللهِ

"Ada dua macam yang tidak ada diatas keduanya sesuatu berupa kebaikan, yaitu baik sangka dengan Allah s.w.t. dan baik sangka dengan hamba-hamba Allah. Dan ada dua macam yang tidak ada di atas keduanya sesuatu berupa kejahatan yaitu buruk sangka dengan Allah s.w.t. dan buruk sangka dengan hamba-hamba Allah."

Dari hadist diatas ini dapat kita fahami bahwa kebaikan yang paling tinggi dan mulia ialah baik sangka kita kepada Allah dan baik sangka kita kepada hamba-hambaNya. Maka demikian pulalah kebalikannya, bahwa buruk sangka kepada Allah dan buruk sangka kepada hamba-hambaNya merupakan dua hal dari kejahatan yang paling rendah dan hina.

Bagaimana sikap kita kepada alim ulama, apalagi ulama yang selama ini dikenal TSIQAH, SYIAK dan WARA'
Allah SWT. dengan hikmah dan keadilan-Nya yang sempurna memuliakan sebagian hamba-Nya. Di antara sebab Allah SWT. memuliakan hamba-Nya adalah ilmu, amal, kesabaran, keikhlasan, dan keimanan. Oleh karena itulah, Allah SWT. memuliakan para ulama, yaitu orang-orang yang berilmu tentang Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan pemahaman sahabat r.hum, serta mengamalkannya. 

Di antara dalil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah yang menunjukkan keutamaan mereka disebabkan ilmu, amal, kesabaran, keikhlasan, dan keimanan mereka, adalah sebagai berikut.
Allah SWT. berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا فِي الْمَجَالِسِ فَافْسَحُوا يَفْسَحِ اللَّهُ لَكُمْ ۖ وَإِذَا قِيلَ انشُزُوا فَانشُزُوا يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ ۚ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ

المجادلة: ١١

“...Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Al-Mujadilah: 11)

أَمَّنْ هُوَ قَانِتٌ آنَاءَ اللَّيْلِ سَاجِدًا وَقَائِمًا يَحْذَرُ الْآخِرَةَ وَيَرْجُو رَحْمَةَ رَبِّهِ ۗ قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ ۗ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الْأَلْبَابِ

 الزمر٩

“(Apakah kamu, wahai orang musyrik, yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadah di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Rabbnya? Katakanlah: ‘Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?’ Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.” (Az-Zumar: 9)

وَمِنَ النَّاسِ وَالدَّوَابِّ وَالْأَنْعَامِ مُخْتَلِفٌ أَلْوَانُهُ كَذَٰلِكَ ۗ إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ ۗ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ غَفُورٌ

فاطر : ٢٨

“...Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama.” (Fathir: 28)

وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا ۖ وَكَانُوا بِآيَاتِنَا يُوقِنُونَ

السجدة : ٢٤

“Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami.” (As-Sajdah: 24)

Rasulullah saw. bersabda tentang keutamaan ulama:
إِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ إِنَّ الْأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا وَلَا دِرْهَمًا، إِنَّمَا وَرَّثُوا الْعِلْمَ، فَمَنْ أَخَذَ بِهِ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ
“Para ulama adalah pewaris para nabi. Para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham (harta). Mereka hanyalah mewariskan ilmu. Barang siapa yang mengambilnya sungguh dia telah mengambil bagian yang banyak (menguntungkan).” (HR. Ahmad, At-Tirmidzi dan Abu Dawud.)

Ibnu Mas’ud r.a. mengatakan bahwa Rasulullah saw. bersabda:
لَا حَسَدَ إِلَّا فِي اثْنَتَيْنِ؛ رَجُلٌ آتَاهُ اللهُ مَالًا فَسُلِّطَ عَلَى هَلَكَتِهِ فِي الْحَقِّ، وَرَجُلٌ آتَاهُ اللهُ الْحِكْمَةَ فَهُوَ يَقْضِي بِهَا وَيُعَلِّمُهَا
“Tidak boleh ada hasad (berkeinginan mendapatkan) kecuali terhadap dua golongan: orang yang Allah limpahkan harta kepadanya lalu dia belanjakan di jalan yang benar, serta orang yang Allah karuniakan hikmah (ilmu) lalu dia tunaikan (amalkan) dan ajarkan.” (Muttafaqun ‘alaih)

Dalam hadits yang lain, Rasulullah saw. bersabda:
مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ
“Barang siapa yang Allah kehendaki kebaikan untuknya, Dia jadikan orang tersebut paham akan agama.” (HR. Al-Bukhari)

Para ulama adalah orang-orang berilmu dan dimuliakan oleh Allah SWT, sehingga kita wajib menghormati dan memuliakan mereka sebagai bukti kebenaran keimanan serta kecintaan kita kepada Allah SWT dan Rasul-Nya. Allah SWT. berfirman:

ذَٰلِكَ وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ

“Demikianlah (perintah Allah). Dan barang siapa mengagungkan syiar-syiar Allah, sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati.” (Al-Hajj: 32)

Rasulullah SAW. bersabda:
ثَلَاثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلَاوَةَ الْإِيمَانِ؛ أَنْ يَكُونَ اللهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا، وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لَا يُحِبُّهُ إِلَّا لِلهِ، وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِي الْكُفْرِ بَعْدَ إِذْ أَنْقَذَهُ اللهُ مِنْهُ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ
“Ada tiga hal, yang apabila dimiliki seseorang tentu dia merasakan manisnya iman: (1) Allah dan Rasul-Nya lebih dia cintai daripada yang selain keduanya, (2) dia tidaklah mencintai seseorang melainkan karena Allah, (3) dia benci untuk kembali kepada kekafiran setelah Allah menyelamatkannya dari kekafiran itu sebagaimana ia benci untuk dilemparkan ke dalam neraka." (Muttafaqun ‘alaih dari Anas bin Malik r.a.)

Kita dapat merealisasikan sikap menghormati dan memuliakan para ulama dengan beberapa hal berikut:

1. Bersyukur (berterima kasih) kepada mereka karena Allah Azza Wajalla.
Karena keikhlasan dan kesabaran mereka dalam berdakwah, ilmu Al-Qur’an dan As-Sunnah pun tersebar hingga sampai kepada kita. Kita bisa mengetahui akidah yang benar, manhaj yang lurus, dan beribadah dengan tata cara yang bersih dari bid’ah. Oleh karena itu, sudah semestinya kita berterima kasih kepada mereka karena Allah saja.
Allah SWT. berfirman:

هَلْ جَزَاءُ الْإِحْسَانِ إِلَّا الْإِحْسَانُ

“Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula).” (Ar-Rahman: 60)

Rasulullah SWT. bersabda:
لَا يَشْكُرُ اللهَ مَنْ لَا يَشْكُرُ النَّاسَ
“Tidak akan bersyukur kepada Allah, orang yang tidak berterima kasih kepada orang lain.” (HR. Abu Dawud)

Yahya bin Mu’adz Ar-Razi r.a. (wafat 258 H) berkata, “Para ulama lebih mengasihi dan menyayangi umat Muhammad SAW. daripada ayah dan ibu mereka.” Beliau ditanya, “Bagaimana hal itu bisa terjadi?” Beliau SAW. menjawab, “Bapak dan ibu mereka melindungi mereka dari api dunia, sedangkan para ulama melindungi mereka dari api akhirat (neraka)..” (Mukhtashar Nashihat Ahlil Hadits hlm. 167)

2. Menaati mereka dalam hal yang baik
Allah SWT. berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ ۖ

“Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-(Nya), dan ulil amri di antara kalian.” (An-Nisa’: 59)

Asy-Syaikh Muhammad bin Umar bin Salim Bazmul hafizhahullah mengatakan, “Yang dimaksud ulil amri adalah umara (para penguasa) dan ulama.

3. Mengikuti bimbingan dan arahan mereka
Allah SWT. berfirman menceritakan dialog Nabi Ibrahim a.s. dengan ayahnya:

يَا أَبَتِ إِنِّي قَدْ جَاءَنِي مِنَ الْعِلْمِ مَا لَمْ يَأْتِكَ فَاتَّبِعْنِي أَهْدِكَ صِرَاطًا سَوِيًّا

“Wahai ayahku, sesungguhnya telah datang kepadaku sebagian ilmu pengetahuan yang tidak datang kepadamu, maka ikutilah aku, niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus.” (Maryam: 42)
Ibnu Mas’ud r.a. berkata:
"Rasulullah SAW. membuat sebuah garis yang lurus lalu bersabda, “Ini adalah jalan Allah.” Kemudian beliau SAW. membuat beberapa garis di sebelah kanan dan kiri garis lurus itu lalu bersabda, “Ini adalah jalan-jalan yang bercabang (darinya). Pada setiap jalan ini ada setan yang mengajak kepadanya.” Rasulullah SAW. lalu membaca firman Allah, “Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya….” (Al-An’am: 153) [HR. Ahmad no. 3928]

4. Mengembalikan urusan umat kepada mereka.
Allah SWT. berfirman:

وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ إِلَّا رِجَالًا نُوحِي إِلَيْهِمْ ۚ فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

“Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.” (An-Nahl: 43)


KETUA GNPF-MUI dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA.

1 Syawal adalah hari kemenangan setelah umat Islam melakukan ibadah puasa sebulan penuh dibulan suci Ramadhan. Hari itu kita ber-"LEBAR"-an. Ber-lebar diri, ber-lebar hatinya dari segala kekusutan yang selama ini mungkin terjadi. Umat Islam diajarkan untuk saling memaafkan, itu adalah perintah Allah. Tidak terkecuali siapapun dia, Presiden atau Raja sekalipun. 

Apapun yang terjadi selama sebelum  ber-LEBAR-an itu hilang pada hari raya Idhul Fitri atau biasa disebut dengan sebutan LEBARAN karena membuka hati selebar-lebarnya lahir dan bathin.

Nah, atas dasar itulah pertemuan silaturahim antara Ketua GNPF-MUI Al-Ustadz Bachtiar Nasir (UBN) beserta rombongan dengan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo beserta menteri-menterinya. Sebuah pertemuan silaturahim yang biasa saja sebenarnya namun menjadi luar biasa karena pertemuan ini ternyata "tidak diridhoi" oleh segelintir orang yang tidak ingin melihat silaturahim diantara  mereka terjadi. Apakah dari kelompok yang satu maupun kelompok lainnya.

Nampak sekali secara jelas ada mereka-mereka yang kebakaran jenggot melihat UBN beserta para kyai atau Ustadz yang lain datang ke Istana dan bisa bertemu Presiden Republik Indonesia Joko Widodo.

Di dunia Medsos banyak cacian atas pertemuan tersebut bahkan beberapa orang diantaranya ada yang Buya kenal. Bahkan ada yang sampai berani menghina atau menuduh UBN dan para kyai lainnya terima sesuatu dari penguasa dan berbagai tuduhan lainnya yang tidak pantas bahkan mengadu domba sesama ulama. Bahkan ada yang menuduh semuanya ini adalah operasi intelijen, waduh kejauhan ...?

Saya jadi berpikir, kenapa orang-orang yang maqam-nya masih kelas Al-Awwamul Ghoflatih (orang awam yang lalai) berani menghujat bahkan menuduh seorang Ulama yang dikenal ke-TSIQAH-an-nya (terpercaya), SYIAK (alim) dan WARA' (penuh kehati-hatian). Koq berani ya? Jika didalam dunia pesantren seorang santri itu harus menjaga ADAB kepada Kyai-nya, seorang salik harus menjaga adab kepada Syaikh Mursyid-nya, dan di dalam budaya Timur seseorang harus menjaga sopan santun dalam bertutur kata...., dan sebagai umat Islam harus ber-husnudzdzon atau bersangka baik kepada hamba Allah. Lho kemana itu semua?

Kunjungan silaturahim UBN dan para kyai lainnya ke Istana 1 Syawal 1438 H kemarin; Kalaulah ada yang salah di antara yang datang berkunjung dan yang dikunjungi, tentunya disana ada semangat saling memaafkan. Kalau tokh ada yang salah, tentunya harus diperbaiki. Kunjungan itu sendiri bukan sesuatu yang tabu atau terlarang atau barang haram! Koq ini jadi terbalik-balik?

Ada sebuah komentar yang menarik pagi ini dari seorang mahasiswa bernama Kartika Nur Rakhman,  Ketua Umum KAMMI dan dia beri komentar sebagai berikut: "Jkw ini ada salah sbg umara, UBN dkk juga belum sekelas nabiyullah Musa as. Lalu apa yg menghalangi saling menasihati jika JKW bukanlah firaun dan UBN bukanlah nabiyullah Musa as. Sementara nabiyullah Musa as dan Firaun bisa saling bertemu?" (dikutip sesuai aslinya).

Buya tertegun membaca tulisannya pagi ini yang terlihat jernih cara berpikirnya, padahal Kartika itu pernah dimasukkan kedalam mobil tahanan polisi dan dibawa ke Polda Metro Jaya beberapa minggu yang lalu sebelum bulan Ramadhan lantaran dia melakukan unjuk rasa melampaui batas waktu yang diijinkan.. Tak nampak rasa dendam dalam tulisannya yang Buya terima melalui WhattsApp Message pagi ini. Hebat anak muda ini pikir Buya. Dia bisa kendalikan emosinya ketika melihat hal yang lebih prinsipiel.

Memang benar Kartika, apa yang salah dengan sebuah pertemuan? Apalagi pertemuan antara ulama dengan Presiden negaranya sendiri. Jika seandainya akan terjadi rembugan tentu bagus, tanpa mengurangi daya kritis kepada Pemerintah. Kritik itu perlu untuk sebuah keseimbangan karena jika tidak ada kritik maka dapat terjadi sebuah tirani. 

Sebaliknya apa yang terjadi? Buya kemarin pagi (2 Syawal 1438 H) menerima sebuah pesan yang juga melalui WhatsApp Message yang isinya menuduh dan memfitnah UBN yang dianggap bermain dalam tikungan, telah mendapat hadiah dari penguasa atau ada deal-deal tertentu dan lain-lain yang sangat tidak pantas dilontarkan kepada seorang ulama sekelas UBN. Na'udzubillahi mindzalik.

Buya merasa perlu untuk membuat tulisan ini karena merasa sedih sebab serangan maupun cecaran kepada UBN Buya anggap sudah melampaui batas.

Tulisan ini hanya ingin menyampaikan saja kepada khalayak ramai bahwa ulama yang datang ke Istana untuk bersilaturrahim tersebut tidak serendah seperti yang dituduhkan oleh segelintir orang tersebut. Khususnya UBN yang banyak dicecar orang justru seorang ulama yang Istiqomah dan berkarakter. 

Ustadz Bachtiar Nasir adalah alumni KMI (Kuliyyatul Mu'alimin al Islamiyyah) Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo, juga seorang hafidz Qur'an yang hafal 30 Juz Al-Qur'an dan beliau juga jebolan Madinah Islamic University, Arab Saudi. 

Kawan sekamar UBN ketika di pondok Gontor dulu bernama Ustadz Suhaeri Hamzah yang lazim dipanggil Jiher (Haji Heri) menjadi saksi hidup atas perilaku UBN ketika di pondok dulu...., ya UBN adalah sosok pribadi yang biasa-biasa saja, santri yang rajin dan tidak pernah berbuat onar keributan dan tergolong santri yang rajin ketika di KMI dulu. Beliau sosok yang Istiqomah. Masih banyak lagi kesaksian dari kawan-kawan Gontor yang lain seperti DR. KH. Buchori Abdul Shamad, MA,; KH. DR. Iqbal Kilwo dll. Intinya UBN itu sosok seorang ulama yang tawadhu' dan tsiqah.

Buya sendiri juga menaruh hormat kepada UBN walaupun umurnya jauh lebih muda. Pribadinya tegas dan straight forward serta tidak suka basa-basi.

Nah, siapa saja mereka yang kebakaran jenggot? Yang pertama adalah mereka yang sejak awal berusaha mencegah Presiden Joko Widodo untuk bertemu dan berkomunikasi langsung dengan beberapa tokoh Islam ini (termasuk UBN dan kyai serta Ustadz yang hadir di istana hari Ahad kemarin). Mereka senantiasa berusaha mengisolasi Presiden agar tidak bisa berhubungan langsung dengan beberapa tokoh ulama yang tergabung di GNPF-MUI ini.

Yang kedua, adalah beberapa kelompok yang seolah-olah mendukung gerakan ulama namun sebenarnya mereka itu merasa kehilangan panggung karena ternyata dalam beberapa bulan sejak tahun lalu para ulama yang tergabung di GNPF-MUI selalu tampil didepan sehingga mereka-mereka yang selama ini tampil didepan seolah-olah kehilangan pamor. Gagal mempengaruhi GNPF-MUI akhirnya mereka berusaha mengadu domba diantara ulama. Yang jelas mereka berkepentingan agar GNPF-MUI hilang lenyap. Atau peranan GNPF-MUI diganti dengan sebuah gerakan baru dimana mereka bisa ikut ambil bagian secara aktif, tidak seperti kemarin-kemarin. 

Usaha adu domba ini terasa sekali dari beberapa artikel  yang menyerang GNPF-MUI dan UBN, dimana dengan mudah kita dapat membacanya ada apa dan siapa dibelakang ini semua?

Kita berdoa untuk keselamatan dan kejayaan negara dan bangsa Indonesia. Kita dukung GNPF-MUI sebagai lokomotif perubahan dalam urusan agama. Kita doakan agar UBN dan para ulama lainnya sehat wal'afiat dan dijauhkan dari serangan orang-orang yang tidak bertanggung jawab atau provokator.

Billahi Fii Sabilil Haq.


Cirebon, 3 Syawal 1438 H

Muhammad E. Irmansyah



Jumat, 23 Juni 2017

Tausiyah ke-28 Ramadhan 1438 H


Gambar ilustrasi kegelisahan (airputihku.wordpress.com property)

 
Ooh.... dimanakah ketenangan itu?

بسم الله الرحمن الرحيم
نحمده ونصلي على رسوله الكريم حامدا ومصليا ومسلما

Segala puji bagi Allah, shalawat serta salam semoga terlimpah ke atas utusan terpilih, Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam.

Alhamdulillah hari ini adalah puasa kita yang ke-28 dalam Ramadhan 1438 Hijriah ini. 


Tadi pagi ada seorang perempuan tak dikenal berusia sekitar 35 tahun mendatangi Buya. Entah dari mana dia tahu tempat buya dan buya juga tak tanya. Entah kenapa dia langsung menyergap dengan sebuah pertanyaan yang menghunjam tanpa tedeng aling-aling lagi. 

Begini tanyanya sambil matanya berkaca-kaca dan tubuh gemetaran, "Pak Yai, hati saya nggak pernah tenang. Setiap sholat saya merasa hati saya tidak pernah  tenangSaya pernah dengar sholat itu adalah jalan untuk mendekatkan hambanya kepada sang pencipta (Allah) tapi saya belum bisa merasa dekat kepada Allah ketika saya sholat

Apa ada yang salah dengan saya

Mohon nasihatnya Yai

Jujursaya hamba yang penuh dengan dosasaya ingin berubah. Tolong saya Pak Yai."


Ooh, itu rupanya maksud kedatangannya. Sebuah hati yang gelisah di bulan Ramadhan. Rupanya tak tertahankan lagi, dadanya sesak.... nafaspun satu-satu karena dia langsung mengeluarkan air mata dan menangis. Pasti ada sesuatu.


Singkat cerita, Buya menasihatinya, "Ketenangan dan ketentraman itu bukanlah sebuah sebab, tetapi akibat.

Akibat kamu berdzikir ketenangan tiba. Akibat kamu merasa yakin segalanya jadi plong. Akibat kamu berserah diri pada-Nya, kamu merasa merdeka. Akibat kamu ridho atas takdirnya-Nya, kamu merasa bahagia. Akibat kamu baik sangka pada-Nya, kegembiraan menghampirimu.

Tetapi janganlah kamu berdzikir dan shalat untuk tujuan agar kamu tenang dan tenteram. Berdzikir dan Shalat lah agar tetap menuju kepada-Nya, dan ketika sampai dihadapan di Hadapan-Nya, tentu alasan kegelisahan sirna. Dan semua berkah fadhal dan rahmat-Nya."


Billahi Fii Sabilil Haq.

سبحان الله وبحمده سبحانك اللهم وبحمدك أشهدأن لاإله إلا أنت  أستغفرك وأتوب إليك

Jakarta, 28 Ramadhan 1438 H (23/6/2017)

MEI (Muhammad E Irmansyah Al-Syadzili)

Kamis, 22 Juni 2017

Tausiyah ke-27 Ramadhan 1438 H

 
Gambar ilustrasi istimewa koleksi pribadi 

SEBARKAN ILMU BUKAN UNTUK DIPERCAYA ORANG-ORANG.

بسم الله الرحمن الرحيم
نحمده ونصلي على رسوله الكريم حامدا ومصليا ومسلما

Segala puji bagi Allah, shalawat serta salam semoga terlimpah ke atas utusan terpilih, Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam.

Alhamdulillah hari ini adalah puasa kita yang ke-27 dalam Ramadhan 1438 Hijriah ini. 


Syaikh Abu al Hasan Ali asy Syadzili r.a. mengatakan, "Janganlah menyebarluaskan ilmumu dengan tujuan agar kau dipercaya orang-orang, tetapi sebarkanlah ilmumu agar kau dipercaya Allah, walaupun dengan berbagai kekurangan......

Kekurangan antara dirimu dengan Allah pada aspek yang Dia perintahkan, lebih baik daripada kekurangan yang ada antara dirimu dengan manusia pada aspek yang Dia larang. Karena kekurangan yang membawamu kepada Allah lebih baik dari pada kekurangan yang memutuskanmu dariNya."


Membangga-banggakan atau memamerkan ilmu agama yang dikuasai di hadapan manusia itu tidak ada gunanya, bahkan malah rugi. Soalnya, kita ini hidup di tengah manusia yang tidak menghargai ilmu agama. Jadi, mereka paling akan bilang “who cares” alias emang gue pikirin dengan ilmu loh?


Ilmu agama itu dipelajari untuk menumbuhkan “khasyah” (rasa takut pada Allah), bukan untuk jadi bahan pamer atau bangga-banggaan.
Ilmu dipelajari untuk diamalkan, dan sebagai landasan ibadah.


Dulu para ulama-ulama besar diterima dakwahnya oleh masyarakat karena mereka mengamalkan ilmu yang mereka dakwahkan, dan menghiasi kehidupan mereka dengan khasyah dan santun di hadapan masyarakat.

Menyebarkan ilmu hukumnya wajib. Menyembunyikan ilmu malah dosa. Dalam sebuah penggalan hadis Nabi SAW riwayat Al Bukhari dinyatakan bahwa Rasulullah saw. bersabda, 

   بَلِّغُوا عَنِّى وَلَوْ آيَةً    

“Ballighuu ‘anny walau ayah” (Shahih Al Bukhari) yang secara populer diartikan dengan “Sampaikanlah olehmu sekalian dariku meski hanya satu ayat (al Qur’an).”

Halikat ilmu adalah seperti yang dikatakan Abdullah bin Mas’ud r.a.: “laisal ilm bi katsratir riwayah. Innamal ilm al khasyah”
“hakikat ilmu itu bukan pada banyaknya (hafalan) riwayat, tapi hakikat ilmu adalah rasa takut pada Allah.”

Dulu, ulama salaf itu adalah orang yang ketika menyampaikan ilmu, mereka juga mengamalkannya. Sehingga manusia melihat manfaat dari ilmu tersebut. Ulama salaf membuat manusia butuh ilmu dengan keteladanan yang mereka amalkan dan kewara’an serta ketawadhu’an yang mereka mereka hiaskan pada diri-diri mereka, bukan dengan memamerkan ilmu yang mereka gapai di hadapan manusia.

Menuntut ilmu itu justru harus terus. Batasnya? Ya, kalau sudah mau masuk liang lahat -seperti kata imam Ahmad.

Yang terakhir, ada orang bertanya pada Buya Da'wah itu apa sih? Buya jawab, "Da'wah artinya mengajak dan orang yang mengajak disebut Da'i. Da'wah itu ada 2 macam, Da'wah bil lisan dan Da'wah bil hal yaitu Da'wah dengan omongan atau bicara dan satu lagi yaitu Da'wah dengan perbuatan kita sehari-hari. Menurut Buya Da'wah bil hal dengan sikap kita inilah yang paling baik walaupun Da'wah bil lisan juga diperlukan. Atau singkatnya, SATUNYA KATA DENGAN PERBUATAN."
Semakin banyak ilmu yang dicari dan diperoleh, harusnya semakin membuat kita takut pada Allah, bukan malah membuat kita semakin besar kepala.


Billahi Fii Sabilil Haq.


سبحان الله وبحمده سبحانك اللهم وبحمدك أشهدأن لاإله إلا أنت  أستغفرك وأتوب إليك

Jakarta, 27 Ramadhan 1438 H (22/6/2017)

MEI (Muhammad E. Irmansyah Asy-Syadzili)

Rabu, 21 Juni 2017

Tausiyah ke 26 Ramadhan 1438 zh

Gambar ilustrasi Bela Negara (RMOL.com property) 


Hasil Musyawarah Bela Negara Ulama Thoriqoh

بسم الله الرحمن الرحيم
نحمده ونصلي على رسوله الكريم حامدا ومصليا ومسلما

Segala puji bagi Allah, shalawat serta salam semoga terlimpah ke atas utusan terpilih, Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam.
Alhamdulillah hari ini adalah puasa kita yang ke-26 dalam Ramadhan 1438 Hijriah ini. 

HASIL MUSYAWARAH BELA NEGARA ULAMA THORIQOH:

1) Negara adalah tempat tinggal dimana agama diimplementasikan dalam kehidupan.
2) Bernegara merupakan kebutuhan primer dan tanpanya kemaslahatan tidak terwujud.
3) Bela Negara adalah dimana setiap warga merasa memiliki dan cinta terhadap negara sehingga berusaha untuk mempertahankan dan memajukannya.
4) Bela Negara merupakan suatu kewajiban seluruh elemen bangsa sebagaimana dijelaskan al-Quran dan al-Hadits.
5) Bela Negara dimulai dari membentuk kesadaran diri yang bersifat ruhani dengan bimbingan para ulama.
6) Bela Negara tidak terbatas melindungi negara dari musuh atau sekedar tugas kemiliteran, melainkan usaha ketahanan dan kemajuan dalam semua aspek kehidupan seperti ekonomi, pendidikan, politik, pertanian, sosial budaya dan teknologi informasi.
7) Bela Negara menolak adanya terorisme, radikalisme dan ekstrimisme yang mengatasnamakan agama.
8) Untuk mewujudkan Bela Negara dibutuhkan 4 pilar, yaitu ilmuwan, pemerintahan yang kuat, ekonomi dan media.
9) Menjadikan Indonesia sebagai inisiator Bela Negara yang merupakan perwujudan dari Islam rahmatan lil 'alamin.


Billahi Fii Sabilil Haq.

سبحان الله وبحمده سبحانك اللهم وبحمدك أشهدأن لاإله إلا أنت  أستغفرك وأتوب إليك

Jakarta, 26 Ramadhan 1438 H (21/6/2017)

MEI (Muhammad E Irmansyah Al-Syadzili)

Selasa, 20 Juni 2017

Tausiyah ke-25 Ramadhan 1438 H

 
Gambar ilustrasi (Hidayatullah.com property)

JIHAD DI BULAN RAMADHAN

بسم الله الرحمن الرحيم
نحمده ونصلي على رسوله الكريم حامدا ومصليا ومسلما

Segala puji bagi Allah, shalawat serta salam semoga terlimpah ke atas utusan terpilih, Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam.
Alhamdulillah hari ini adalah puasa kita yang ke-25 dalam Ramadhan 1438 Hijriah ini. 
Saat ini kita sudah berada di sepertiga akhir dari bulan Ramadhan. 
Mumpung Ramadhan belum berlalu, alangkah baiknya kita koreksi kualitas serta kuantitas ibadah kita selama bulan suci ini. Kesungguhan seorang hamba dalam beribadah bisa dikategorikan sebagai amal jihad.

Sesungguhnya bagi orang yang beriman terdapat dua jihad melawan dirinya sendiri selama bulan Ramadhan, Jihad siang hari dengan berpuasa, Jihad di malam hari hari dengan menegakkan shalat malam. Hendaknya kita bersungguh-sungguh menjaga dua ibadah ini, mengenal keutamaannya, memperhatikan adab dan sunnahnya, serta menjaga dari perusak pahalanya.

Buya kutip dari Kitab  Lathaaiful Ma’aari, qaul dari 
Al Hafidz Ibnu Rajab rahimahullah
اعلَمْ أنَّ المؤمنَ يجتَمعُ له في شَهر رمضَان جهادَان لنَفْسِه جهادٌ بالنَّهار على الصِّيام وجهادٌ باللَّيل على القِيام فمَن جمعَ بينَ هذَيْن الجهادَيْن ، ووَفَّى بحُقُوقهما، وصَبَر عليهما، وفَّى أجرَه بغَيرحسَا

"Ketahuilah, sesungguhnya bagi orang yang beriman terdapat dua jihad melawan dirinya sendiri selama Bulan Ramadhan yakni jihad di siang hari dengan berpuasa dan jihad di malam hari dengan mendirikan shalat malam.
Barangsiapa yang bisa mengumpulkan kedua jihad tersebut, melaksanakannya dengan benar, senantiasa bersabar dalam menunaikannya, maka layak baginya mendapat balasan yang tidak terbatas." .
Buya kutip dari Kitab  Lathaaiful Ma’aarif. (Penerbit Al-Quds Libanon-2012).

Yang dimaksud jihad di sini adalah bersungguh-sungguh dalam mewujudkan perkara yang Allah cintai. Inilah makna luas jihad secara umum, sehingga termasuk dalam makna ini seluruh perbuatan amal shalih (lihat Kitab Anwaarul Bayaan fii Duruusi Ramadhan).

Bersungguh-sungguh Menjalankan Puasa

Puasa adalah amalan utama di siang hari Bulan Ramadhan. Amalan ini merupakan salah satu rukun Islam yang wajib dikerjakan oleh seorang yang mengaku muslim. Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

"Wahai orang-orang yang beriman diwajibkan bagi kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan pada orang-orang sebelum kalian agar kalian menjadi orang-orang yang bertakwa" (Al-Baqarah: 183)

Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda saat menjelaskan keutamaan puasa di bulan Ramadhan dengan penjelasan berikut,

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

"Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari Allah maka dosanya di masa lalu akan diampuni."(HR. Bukhari dan Muslim)

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda,

مَنْ صَامَ يَوْمًا فِى سَبِيلِ اللَّهِ بَعَّدَ اللَّهُ وَجْهَهُ عَنِ النَّارِ سَبْعِينَ خَرِيفًا

"Barangsiapa melakukan puasa satu hari di jalan Allah (dalam melakukan ketaatan pada Allah), maka Allah akan menjauhkannya dari neraka sejauh perjalanan tujuh puluh tahun." (HR. Bukhari)

Tentu saja catatan penting di sini, yang dinamakan puasa sesungguhnya bukanlah hanya menahan makan dan minum semata, namun juga menjaga lisan dan anggota badan dari berbagai macam perbuatan dosa yang justru menghapus nilai pahala puasa.

Terkait hal ini, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, 

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِى أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ

"Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan justru mengamalkannya, maka Allah tidak butuh dari rasa lapar dan haus yang dia tahan." (HR. Bukhari)
   

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda,

رُبَّ صَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ صِيَامِهِ الجُوْعُ وَالعَطَشُ

"Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan dari puasanya tersebut kecuali rasa lapar dan haus." (HR. Ath-Thabrani dengan kualitas hadits shahih)

Bersemangat Mendirikan Shalat Malam

Ibadah yang spesial di malam hari bulan Ramadhan adalah shalat tarawih, karena di bulan lain, shalat tarawih ini tidak disyariatkan. Selain shalat tarawih, shalat sunnah lain hendaknya diperbanyak di malam hari bulan Ramadhan, seperti shalat tahajjud, shalat tasbih, shalat taubat maupun shalat hajat serta shalat witir, terutama di sepuluh malam terakhir ini. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda perihal keutamaan shalat malam di bulan Ramadhan berikut :

مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

"Barangsiapa melakukan shalat malam di Bulan Ramadhan karena iman dan mencari pahala, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni" (HR. Bukhari dan Muslim).

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam suatu hari pernah mengumpulkan keluarga dan para sahabatnya, kemudian beliau bersabda,

إِنَّهُ مَنْ قَامَ مَعَ الإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ كُتِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةً

"Siapa yang shalat bersama imam sampai ia selesai, maka ditulis untuknya pahala shalat satu malam penuh" (HR. Tirmidzi dengan kualitas hadits shahih).

Hadits ini bermakna anjuran supaya umat Islam menjalankan shalat tarawih secara berjamaah serta mengikuti imam sampai selesai.

Bersungguh-sungguh dalam Menjalankan Semua Ibadah

Sebagai penyempurna pahala di bulan suci ini, hendaknya kita menjalani hari-hari di bulan suci Ramadhan dengan berbagai amalan ketaatan. Berpuasa bukanlah alasan untuk bermalas-malasan dalam beribadah.

Oleh sebab itu, kita harus sungguh-sungguh dan bersemangat dalam menjalankannya, mulai dari ibadah wajib seperti shalat lima waktu serta berpuasa itu sendiri, kemudian shalat sunnah seperti shalat tarawih dan shalat sunnah lainnya, sedekah wajib seperti zakat maupun sedekah sunnah, membaca Al-Qur’an, berdzikir, berdo'a serta amal ketaatan lainnya.

Nasihat Guru Syaikh KH. DR. Luqman Hakim

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

و المجاهد من جاهد نفسه في طاعة الله

"Dan yang disebut dengan mujahid (orang yang berjihad) adalah orang yang bersungguh-sungguh dalam melaksanakan ketaatan kepada Allah" (HR. Ahmad)

Saat menjelaskan hadits ini, Guru Syaikh KH. DR. Luqman Hakim berkata, "Mujahid ditafsirkan sebagai orang yang bersungguh-sungguh menundukkan hawa nafsunya dalam ketaatan kepada Allah. Hal ini karena kecenderungan jiwa adalah malas melakukan kebaikan, cenderung memerintahkan kejelekan, dan mudah mengeluh ketika ada musibah. Oleh karena itu, diperlukan kesabaran dan kesungguhan dalam komitmen untuk taat kepada Allah, butuh keteguhan dalam ketaatan, perlu bersungguh-sungguh melawan perbuatan maksiat kepada Allah, serta bersungguh-sungguh dalam sabar ketika ditimpa musibah. Yang dimaksud ketaatan di sini adalah melaksanakan perintah, mejauhi perkara yang terlarang, dan sabar menghadapai takdir. Seorang mujahid yang hakiki adalah yang bersungguh-sungguh merealisasikan tugas dan kewajibannya."

Semoga Allah subhanahu wa ta'ala memberikan jalan kemudahan bagi kita untuk menjalankan dua macam jihad tersebut di Bulan suci ini, sehingga kita mampu menggapai tujuan disyariatkannya puasa yakni agar kita termasuk golongan orang-orang yang bertakwa. Amin.

Billahi Fii Sabilil Haq.

سبحان الله وبحمده سبحانك اللهم وبحمدك أشهدأن لاإله إلا أنت  أستغفرك وأتوب إليك

Jakarta, 25 Ramadhan 1438 H (20/6/2017)

MEI (Muhammad E Irmansyah Al-Syadzili)

Senin, 19 Juni 2017

Tausiyah ke-24 Ramadhan 1438 H


Gambar diatas property athbanet


SUATU NEGERI AKAN HANCUR KARENA PENGHIANAT MENJADI PEMIMPIN.

بسم الله الرحمن الرحيم
نحمده ونصلي على رسوله الكريم حامدا ومصليا ومسلما

Segala puji bagi Allah, shalawat serta salam semoga terlimpah ke atas utusan terpilih, Muhammad Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam. Alhamdulillah hari ini adalah puasa kita yang ke-24 dalam Ramadhan 1438 Hijriah ini.


Ma'asyiral muslimin para sobat perubahan rahimakumullah.


Kepada para komandan pasukan Sayidina Umar Ibn Khattab Radiyallahu Anhu mengatakan : “..Perintahkan manusia agar pergi haji dan barangsiapa yang tidak mampu , maka hajikan dia dari harta Allah..”…

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~


Umar bin Khatab Radiyallahu Anhu  adalah Khalifah yang berhasil membangun dan meletakkan dasar-dasar ekonomi kokoh berdasarkan keimanan  dan Tauhid kepada Allah Subhana wa Ta’ala. 


Beliau adalah orang yang terakhir kali bisa makan dan beristirahat setelah yakin  penduduk sudah  terjamin kesejahteraannya. Beliau  sangat zuhud terhadap keduniawiaan dan itu diberlakukannya pada keluarganya. 

Umar Radiyallahu anhu sangat terkenal dengan pengawasan terhadap rakyatnya dan ketegasannya terhadap orang-orang yang melakukan penyimpangan, khususnya apabila orang yang melakukan penyimpangan itu adalah orang yang bertanggung jawab terhadap pekerjaan umum seperti Gubernur, hakim, pemungut zakat.


Dalam masa sekarang ini dimana negara-negara di dunia terbagi menjadi negara kapitalis, negara sosialis dan pengikut NEOLIB dan lain-lain sesuai dasar sistem ekonomi yang diikuti oleh setiap negara.  Ini menunjukkan begitu kuatnya hubungan antara politik dan ekonomi yang saling mempengaruhi secara timbal balik. 

Umar Radiyallahu anhu menjelaskan bahwa kerusakan sistem pemerintahan dan dikuasainya berbagai urusan oleh orang-orang yang fasik merupakan sebab kehancuran pilar-pilar umat; dimana beliau mengatakan,” Suatu negeri akan hancur meskipun dia makmur.” Mereka berkata,” Bagaimana suatu negeri hancur sedangkan dia makmur?” Ia menjawab, ”Jika orang-orang yang penghianat menjadi petinggi dan harta dikuasai oleh orang-orang yang fasik.”


Sesungguhnya ekonomi kontemporer mengakui sebab-sebab yang menghancurkan terhadap kerusakan ekonomi dan bahwasanya itu merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap usaha pengembangan ekonomi (khususnya di negara-negara berkembang).


Oleh karena itu, Umar r.a. berupaya keras dalam mewujudkan sistem pemerintahan yang baik. Bahkan seringkali beliau bertanya kepada sebahagian sahabatnya agar mereka mengemukakan pendapat mereka untuk mengetahui faktor-faktor kebaikan. Contohnya kepada Muadz bin Jabal r.a., ”Apakah pilar perkara ini ya Muadz?" , Ia berkata, ”Islam, karena dia adalah  fitrah; ikhlas, karena dia adalah substansi agama, dan ketaatan karena dia adalah perlindungan.".

Dari fikih Ekonomi Umar r.a. semasa pemerintahannya, ada beberapa point yang menyebutkan kriteria sistem pemerintahan yang baik. 

Kita cukupkan sampai disini hari ini Insya Allah di lain kesempatan kita bahasa khusus tentang Fiqh Ekonomi Sayidina Umar Ibn Khattab r.a. 


Yang benar datangnya dari Allah Azza Wa Jalla dan yang dho'if datangnya dari Buya.


Billahi Fii Sabilil Haq.


سبحان الله وبحمده سبحانك اللهم وبحمدك أشهدأن لاإله إلا أنت  أستغفرك وأتوب إليك


Jakarta, 24 Ramadhan 1438 H (19/6/2017 M)


MEI (Muhammad E. Irmansyah Al-Syadzili)