Foto ilustrasi berbuka puasa bersama di sebuah desa di Lampung bersama rekan WAG Sobat Perubahan.
Buya MEI dalam Ramadhan 1438H, Tausiyah ke-6.
بسم الله الرحمن الرحيم
نحمده ونصلي على رسوله الكريم حامدا ومصليا ومسلما
Kemarin kita bahas akhir hadist Salman r.a. tentang empat hal yang dianjurkan pada bulan Ramadhan, yaitu membaca kalimat Thayyibah, ber-Istighfar, memohon dimasukkan ke dalam surga, dan berlindung dari Jahannam. Dengan demikian, kapan saja ada waktu luang, anggaplah itu sebagai suatu kebahagiaan untuk beramal.
Kemudian daripada itu, Rasulullah SAW. bersabda tentang keutamaan dan adab bulan Ramadhan. Pertama; bulan Ramadhan adalah bulan kesabaran. Oleh sebab itu, walaupun mengalami kesulitan berpuasa, hadapilah dengan riang dan sabar. Jangan berkeluh kesah seperti perilaku orang-orang, ketika bulan Ramadhan jatuh pada musim kemarau.
Demikian juga jika tertinggal sahur, tetaplah berpuasa setelah Shubuh. Dan jika merasa letih saat Tarawih, bersabarlah dengan penuh kegembiraan, jangan menganggapnya sebagai suatu musibah karena hal itu akan menghilangkan pahalanya. Jika untuk mendapatkan keduniaan saja kita sanggup menahan lapar dan haus, mengapa kita tidak mampu menahan sedikit kesulitan untuk mencari ridha Allah?
Selanjutnya beliau bersabda bahwa inilah bulan kasih sayang, yaitu meningkatkan bantuan kepada fakir miskin. Jika ada sepuluh makanan yang disediakan untuk berbuka kita, sekurang-kurangnya tiga atau empat dari makanan itu disisihkan untuk fakir miskin. Jika kita tidak dapat memberikan yang lebih baik dari yang kita makan, paling tidak kita berikan yang sama dengan yang kita makan. Berapapun kemampuan kita, sisihkanlah sebagian makanan berbuka dan bersahur kita untuk diberikan kepada fakir miskin.
Dalam setiap urusan, para sahabat r.a. merupakan contoh nyata bagi kita. Keteladanan amal shalih mereka telah terbuka untuk kita ikuti. Terdapat ratusan, bahkan ribuan peristiwa pada diri mereka yang dapat membuat kita kagum.
Lihatlah salah satu contohnya, seperti yang diriwayatkan oleh Abu Jahm r.a. ketika berlangsung perang Yarmuk.
Ia berkata, "Aku pergi mencari saudara sepupuku dengan membawa kantung kulit berisi air untuk minum dan untuk mengobati lukanya jika ia masih hidup. Aku menjumpainya sedang terkapar, aku bertanya apakah ia memerlukan air. Ia memberi isyarat mengiyakan. Kebetulan ketika itu terdengar rintihan seseorang di dekatnya. Ia menunjuk ke arah tersebut dan menyuruhku agar memberikan minum kepadanya. Aku pun mendatangi orang itu. Ketika aku hendak memberinya air, terdengar lagi suara rintihan di dekatnya. Orang itu pun mengisyaratkan tangannya kepada orang ketiga, agar aku memberi minum kepadanya terlebih dahulu. Aku mendatangi orang ketiga, tetapi begitu aku sampai nyawanya telah tiada. Aku kembali ke orang kedua, ternyata ia pun telah meninggal dunia."
Demikianlah sifat itsar para pendahulu kita. Mereka merelakan air minum mereka untuk orang lain ketika mereka hampir mati kehausan.
Semoga Allah meridhai mereka dan memberi kita kemampuan agar dapat mengikuti langkah kehidupan mereka. Amin Ya Rabbul 'Alamin.
Kisah ini Buya ambil dari kitab Fadha'il Amal Maulana Muhammad Zakariyya Al-Kandahlawi Rah.a. Salah satu kitab pegangan para ahbab dan mubaligh.
Billahi Fii Sabilil Haq.
سبحان الله وبحمده سبحانك اللهم وبحمدك أشهدأن لاإله إلا أنت أستغفرك وأتوب إليك
Pondok Al-Qusyairiyyah, 6 Ramadhan 1438 H (01/6/2017)
Buya MEI (Muhammad E Irmansyah Al Syadzili)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar