Sabtu, 17 Juni 2017

Tausiyah ke-22 Ramadhan 1438 H

 
Gambar ilustrasi lukisan hasil karya dari Sang Guru Syaikh KH. DR. Luqman Hakim.

TIDAK PERLU HERAN ATAS ADANYA KEKERUHAN-KEKERUHAN DI DALAM HIDUP DAN KEHIDUPAN.

بسم الله الرحمن الرحيم
نحمده ونصلي على رسوله الكريم حامدا ومصليا ومسلما

Segala puji bagi Allah, shalawat serta salam semoga terlimpah ke atas utusan terpilih, Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam.
Alhamdulillah hari ini adalah puasa kita yang ke-22 dalam Ramadhan 1438 Hijriah ini. Hari ini agak terlambat di posting karena walaupun Buya sering menyampaikan materi ini dalam pengajian namun belum pernah ditulis selama ini. Itu sebabnya didalam penulisan hari ini agak terlambat postingan/terbit hari ini, yang biasanya pagi hari, namun hari ini siang hari.

Kalam hikmah Imam Ibn Athoillah Askandary rah.a.  Buya ambil dari Kitab Al-Hikam karya Imam Ibn Athoillah Askandary rah.a. sedangkan untuk syarah nya Buya merujuk pada kitab Qawa’id al-Tasawwuf  karya Syaikh Ahmad Zarruq dan kitab Al-Hikam al-‘Atha’iyah karya Syaikh Abi al-Abbas Ahmad ibn Muhammad Zarruq rah.a. (Penerbit: Darul-Fikr Lit-Thiba'ah Wan-Nasyr Wat-Tauzi'  1420H/2000M., Beirut, Libanon.)
Disamping itu pula merujuk atas talqin kepada yang mulia Syaikh KH Luqman Hakim selaku guru kami.

Tanpa terasa waktu terus berjalan dan kita sudah berada pada tahap terakhir dari penggalan ketiga bulan suci Ramadhan. Jangan membuang-buang waktu, dalam setiap waktu kita berikan perhatian kepada Allah SWT. pada apa yang telah ditentukan Allah atas kita. Maka ketika melaksanakan hal itu di dalam hidup dan kehidupan ini, kita pasti akan menemui hal-hal yang dapat menghalangi rencana dan cita-cita, apabila kita tidak mempunyai kemudi dan pedoman. Maka sebagai pedomannya, yang mulia Al-Imam Ibn Athoillah Askandary rah.a. telah berkata dalam kalam hikmahnya yang ke-24 sebagai berikut: 

لَا تَسْتَغْرِبْ وُقُوْعَ الأَكْدَارِ، مَادُمْتَ فِيْ هٰذِهِ ادَّارِ، فَإِنَّهَا مَاأَبْرَزَتْ إِلَّا مَاهُوَ مُسْتَحِقُّ وَصْفِهَا، وَوَاجِبُ نَعْتِهَا

"Jangan engkau merasa heran atas terjadinya segala kekeruhan selama engkau dalam kampung dunia ini, karena segala kekeruhan itu tidaklah muncul selain kekeruhan-kekeruhan yang patut pada mensifatkannya dan wajiblah sifat-sifat itu."

Terus terang kalam hikmah ke-24 dari Imam Ibn Athoillah Askandary rah.a. ini sulit dipahami sehingga  perlu dijabarkan secara perlahan dengan penuh hikmah. Tuntunan para guru didalam Thoriqoh sangat membantu syarah/ penjelasan dibawah ini.

1. Allah SWT. telah menjadikan dunia ini sebagai tempat percobaan/ujian dalam segala hal. Apakah setiap hambaNya mengamalkan perintah dan anjuranNya ataukah tidak. Apabila hambaNya telah mengamalkan semuanya itu dengan baik, maka Allah SWT. akan memberikan balasan pahala di akhirat yang kekal baqa. Inilah yang dimaksud firman Allah SWT. dalam Al-Quran Al-Karim:


كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ ۗ وَنَبْلُوكُم بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً ۖ وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ

الأنبياء: ٣٥ 


  "Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan." (QS. Al Anbiya': 35)

Amal perbuatan manusia dalam dunia adakalanya bertentangan dengan syahwat dan nafsunya dan adakalanya berkesesuaian. Hal keadaan ini tidak mustahil akan menimbulkan adanya sesuatu yang disenangi dan sesuatu yang tidak disenangi. Dari situ akan timbul segala sesuatu yang mengkotorkan hati manusia di mana mengakibatkan tindak-tanduknya, segala sesuatu yang dikehendakinya merupakan hal-hal yang hanya dapat dikehendaki, tetapi belum tentu dapat terjadi kesemuanya itu. Sebab apa yang dikehendaki manusia lebih banyak daripada kenyataan yang terjadi dalam dunia yang fana ini. Sebab itu maka terjadilah perebutan antara manusia untuk menghasilkan sesuatu disamping timbul kekeruhan-kekeruhan dan hal-hal yang tidak baik pada hidup dan kehidupan mereka.

2. Hal keadaan diatas tidak perlu diherankan karena dunia memang demikian. Sifat dunia harus begitu dan memang banyak segala sesuatu yang tidak disenangi terjadi dalam dunia ini. Walaupun cita-cita kita sampai pada sesuatu yang kita tuju di dunia ini, seperti kekayaan, kemewahan, kedudukan dan lain-lain, tetapi adalah sifatnya sementara, umurnya pendek, kesenangannya sedikit, tetapi bahaya-bahayanya di kanan kiri, muka belakang, tidak dapat dihindarkan.
Apapun saja dari kesenangan dunia yang kita miliki, tidaklah pada hakikatnya kita senang dan istirahat pada fikiran dan fisik kita. Bertambah kaya seseorang bukan berarti otaknya bertambah relax dari memikirkan harta bendanya, apalagi kalau kekayaannya itu datang dari harta yang tidak halal, karena korupsi atau mencuri dalam cara modern, dari harta umat atau harta Allah SWT. Juga bagi orang yang berpangkat tinggi, semakin tinggi kedudukannya semakin banyak fikirannya yang diarahkannya bagaimana supaya pangkatnya itu terus selama hidupnya. Ia bukan takut kepada Allah yang telah memberikan nikmat dan kurniaNya, tetapi ia takut kepada manusia-manusia saingannya dan ingin merebut kedudukan itu daripadanya. Maka ia berusaha mati-matian untuk mempertahankan kedudukan dan kekayaannya itu, meskipun ia menginjak-menginjak agamanya dan hak-hak kemanusiaan. Hal keadaan ini tidak menjadi persoalan baginya, usahanya bangkrut, kekuasaannya jatuh, rahasianya terbuka, maka terjadilah padanya apa yang telah terjadi pada orang-orang sebelumnya. 

Inilah kenyataan dunia yang kita lihat perputarannya setiap hari dan saat. Oleh karena itu dunia ini bukanlah tempat kesenangan dan bersenang-senang, sebab dunia ini adalah tempat beramal dan menyimpan amal untuk keselamatan dan kebahagiaan yang abadi di negeri akhirat. Barangsiapa mencari sesuatu yang tidak ada pada tempatnya, maka pasti ia tidak akan menemukan selain hanya meletihkan diri semata-mata, sebagaimana syair Ja'far Ash-Shadiq:

مَنْ طَلَبَ مَا لَمْ  يُخْلَقْ  * أَتْعَبَ نَفْسَهُ وَلَمْ يُرْزَقْ

"Barangsiapa yang mencari sesuatu yang tidak dijadikan (oleh Allah SWT .) niscaya ia meletihkan dirinya dan tidak ada rezeki baginya."

Orang bertanya kepada beliau, apakah yang dimaksud dengan mencari sesuatu yang tidak dijadikan Allah di dunia ini? Maka beliau menjawab: "Sesuatu itu ialah istirahat dalam dunia."
Oleh karena itu berkata syair atas pengertian yang tadi:

تَطْلُبُ الرَّ احَةَ فِيْ دَارِ الْفَنَاءِ * خَابَ مَنْ  يَطْلُبُ شَيْاءً  لَا يَكُوْنُ

"Anda mencari istirahat dalam kampung dunia yang fana itu, sia-sialah orang yang mencari sesuatu di mana sesuatu itu tidak ada."

Inilah sifatnya dunia, dan dunia bukanlah tempatnya untuk bersenang-senang. Seorang sahabat Nabi besar Muhammad saw. bernama Ibn Mas'ud r.a. telah berkata:

اَادُّيَا دَارُ هَمٍّ وَغَمٍّ ،  فَمَا كَانَ مِنْهَا مِنْ سُرُوْرٍ فَهُوَ رِبْحٌ

"Dunia adalah kampung susah dan gundah, maka andainya jika terdapat kesukaan di dunia anggaplah itu suatu keuntungan."

Perkataan Ibnu Mas'ud ini seolah-olah ditafsirkan oleh Imam Junaidi Baghdady r.a. dimana beliau telah berkata tentang dunia: "Aku tidak tertarik pada dunia yang kadang-kadang datang atasku, karena aku telah menetapkan suatu ketetapan, bahwa dunia adalah kampung susah dan gundah, kampung bala dan fitnah. Sesungguhnya alam ini semua adalah jahat dan setengah dari filsafat alam adalah ia mendatangi aku dengan tiap-tiap sesuatu yang tidak kusenangi. Maka jika ia datang kepadaku dengan sesuatu yang aku senangi, maka itu adalah suatu kurnia, dan jika tidak, maka yang asli adalah ketetapanku yang pertama tadi."

Seorang ahli tasawuf yang lain bernama Abu Turab r.a. telah berkata: "Wahai manusia! Kamu mencintai tiga macam, padahal ketiganya itu bukanlah milikmu. Satu, kamu mencintai dirimu, padahal diri itu milik hawa dan nafsu. Kedua, kamu mencintai roh-mu, padahal nyawa itu milik Allah SWT. Ketiga, kamu mencintai hartamu, padahal harta itu milik ahli waris turun-temurun."

"Di samping itu pula kamu mencari dua macam lagi, padahal keduanya itu tidak akan kamu peroleh yakni istirahat di dunia, dan bersuka ria di dalamnya. Keduanya ini tidak akan ada di dunia, tetapi kedua tempatnya di surga ..."
Semuanya ini disyairkan oleh penyair sebagai berikut:

وَمَنْ رَامَ فِيْ الدُّنْيَا حَيَاةً سَلِيْمَةً  *  مِنَ الْهَمِّ وَالأَكْدَارِ  رَامَ مَحَالًا

"Barangsiapa yang tujuannya dalam dunia mencari kehidupan yang selamat dan bahagia, terhindar dari susah dan serba macam kekacauan, berarti mencari sesuatu yang mustahil dan tidak mungkin adanya."

3. Setelah mempelajari ini semua, maka tidak ada jalan lain bagi kita, selain hanya menjadikan dunia ini tempat beramal dalam arti yang luas, karena Allah SWT. meninggikan kalimahNya dan menjalankan segala yang diridhai olehNya. Segala sesuatu yang terjadi atas dunia hendaklah kita hadapi dengan sabar, ridha dan tawakkal.
Sabar ketika ada cobaan disamping bersyukur ketika ada nikmat. Tetapi sabar adalah lebih tinggi pahalanya dari syukur, karena sabar jauh lebih sukar dari bersyukur.
Berfirman Allah SWT dalam kitab Suci Al Qur'an Al Karim: 
إِنَّمَا يُوَفِّى الصَّابِرُوْنَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابِ
(الزمر:١٠)
"....Hanya sesungguhnya orang-orang yang sabar akan dibayar (cukup) pahala mereka dengan tidak ada terbatas." (QS. Az-Zumar: 10)

Perkataan "hanya sesungguhnya" adalah dalil yang meyakinkan, bahwa pahala sabar tidak ada batasnya, tetapi pahala syukur dan lain-lain terbatas dan ada batasnya.

Tentang ketinggian mutu sabar, seolah-olah Sayidina Ali Ibn Abu Thalib r.a. telah menafsirkan ayat tadi dalam pengertian kata beliau sebagai berikut:

اَلصَّبْرُ مِنَ الْإِيْمَانِ بِمَنْزِلَةِ الرَّأْسِ مِنَ الْجَسَدِ،  لَا جَسَدَ  لِمَنْ لَا رَأْسَ لَهُ،. وَلَا إِيْمَانَ لِمَنْ لَا صَبْرَ لَهُ

"Sabar melihat pada iman adalah laksana status kepala melihat pada tubuh. Tidak ada artinya tubuh bagi orang yang tidak ada kepala, dan tidak ada artinya iman bagi orang yang tidak ada sabar baginya."

Oleh karena itu wajib bagi kita sabar dalam menghadapi segala sesuatu.

Kesimpulan:
1. Dunia ini pada hakekatnya bukanlah tempat bersenang-senang, tetapi adalah tempat beramal untuk keselamatan dan kebahagiaan yang abadi di negeri akhirat. Segala yang tidak diinginkan dan segala hal yang bertentangan dengan kehendak kita dalam arti yang luas pasti terjadi dalam dunia dan kita tidak boleh heran atas kejadian-kejadian itu. Itu adalah sifatnya dunia dan itu adalah hakikatnya dunia.

2. Kewajiban kita ialah menghadapi semuanya itu dengan bersabar, di samping tidak lupa memohon kepada Allah SWT dengan mengerjakan segala perintah-perintahNya dan menjauhi segala larangan-laranganNya.

3. Orang yang sabar adalah orang yang tidak merasa cukup dengan amal-amal kebajikan yang dikerjakannya. Orang yang sabar tidak mengakui, bahwa dirinya sudah bersih dari segala kekurangan-kekurangan. Orang yang sabar tidak mau mengadukan halnya kepada manusia, selain hanya kepada Allah SWT. Orang yang sabar menerima dengan senang qadha' dan qadarNya Allah SWT. apakah itu baik ataupun kebalikannya. Dan orang yang sabar tidak ingin dipuji orang dalam segala amal perbuatannya.

Maka menahan diri atas segalanya demi untuk mengatasi segala sesuatu yang menghambat hubungannya dengan Allah SWT dan ajaran-ajaran agamaNya, disamping beramal terus untuk agama, bangsa dan negara, karena Allah SWT; orang yang beginilah orang yang betul-betul di ridhai oleh Allah SWT.

4. Mudah-mudahan kita tidak disibukkan oleh dunia yang fana ini dan mudah-mudahan kita dapat terus berbakti untuk meninggikan agama Allah sebelum kita kembali kepadaNya.
Amin, ya Rabbal-'alamin!

Yang benar datangnya dari Allah Azza Wa Jalla dan yang dho'if datangnya dari Buya.
Wallahu a'lam bishshowab.

Billahi Fii Sabilil Haq.

سبحان الله وبحمده سبحانك اللهم وبحمدك أشهدأن لاإله إلا أنت  أستغفرك وأتوب إليك

Jakarta, 22 Ramadhan 1438 H (17/6/2017)

MEI (Muhammad E Irmansyah Al-Syadzili)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar